Nelayan Muara Angke Terhimpit Kebijakan: VMS dan Zonasi Jadi Penghalang
Jakarta – Ratusan nelayan tradisional di kawasan Muara Angke, Jakarta Utara, menggelar unjuk rasa menentang kebijakan pemerintah yang mewajibkan pemasangan Vessel Monitoring System (VMS) pada kapal mereka. Aksi protes ini digelar di area Pengedokan Kapal, Pluit, sebagai bentuk penolakan terhadap aturan yang dinilai memberatkan.
Menurut para nelayan, harga VMS yang mencapai Rp16 juta per unit belum termasuk biaya pajak sekitar Rp6 juta menjadi beban finansial yang terlalu besar. "Penghasilan kami tidak menentu, sedangkan biaya operasional seperti BBM dan perbekalan terus naik. Bagaimana mungkin kami mampu membeli VMS?" keluh Nunung, salah satu perwakilan nelayan yang juga pengurus HNSI.
Selain masalah VMS, nelayan juga memprotes sistem zonasi tangkap ikan yang membatasi area penangkapan. Kebijakan ini membagi wilayah perairan menjadi dua zona utama: - Zona 711 di Laut Karimata - Zona 712 di Laut Utara Jawa
"Kami dipaksa memilih salah satu zona. Jika melanggar, denda bisa mencapai ratusan juta rupiah. Padahal, dengan satu zona saja, kami sering merugi," tambah Nunung.
Tuntutan lain yang diajukan nelayan adalah penghapusan larangan penggunaan rumpon (alat bantu penangkapan ikan). "Rumpon adalah alat yang legal dan aman. Larangan ini justru mempersulit nelayan kecil di Kepulauan Seribu," tegas Saefudin, nelayan setempat.
Mereka berharap Presiden dan Menteri Kelautan dan Perikanan dapat turun langsung ke lapangan untuk memahami kondisi riil sebelum menetapkan kebijakan. "Kami mohon kebijakan yang lebih adil, bukan sekadar aturan tanpa pertimbangan nasib nelayan," pungkas Nunung.