Mahkamah Agung Lakukan Revisi Aturan Mutasi Hakim Usai Skandal Suap Ekspor CPO
Jakarta – Mahkamah Agung (MA) tengah mempersiapkan revisi terhadap Keputusan Mahkamah Agung (KMA) terkait mekanisme mutasi dan promosi hakim. Langkah ini diambil menyusul penangkapan empat hakim yang diduga terlibat dalam kasus suap untuk memengaruhi putusan perkara korupsi ekspor minyak sawit mentah (CPO).
Menurut juru bicara MA, Yanto, rapat pimpinan telah digelar untuk membahas revisi KMA Nomor 48/KMA/SK/II/2017 tentang Pola Promosi dan Mutasi Hakim. Meski demikian, detail perubahan aturan tersebut belum diungkap ke publik. "Pembahasan masih berlangsung, dan kami akan menginformasikan lebih lanjut setelah ada keputusan final," jelas Yanto dalam keterangan resmi.
Selain revisi aturan, MA juga membentuk Satuan Tugas Khusus (Satgasus) di bawah Badan Pengawasan untuk mengevaluasi kinerja dan kepatuhan hakim, terutama di wilayah DKI Jakarta. Satgasus ini bertugas memantau kedisiplinan, kinerja, serta kepatuhan terhadap kode etik hakim di empat lingkungan peradilan.
Upaya lain yang dilakukan MA adalah penerapan sistem penugasan hakim berbasis robotik. Teknologi ini dirancang untuk memilih hakim secara acak guna mencegah praktik "perkara pesanan" dan mengurangi potensi intervensi dalam penanganan kasus. "Dengan sistem ini, kami berharap dapat meminimalisasi pelanggaran etik dan menjaga independensi peradilan," tambah Yanto.
Daftar Hakim yang Terlibat Skandal Suap - Muhammad Arif Nuryanta (Ketua PN Jakarta Selatan): Diduga menerima Rp60 miliar. - Agam Syarif Baharuddin (Hakim PN Jakarta Pusat): Diduga menerima Rp4,5 miliar. - Djuyamto (Hakim PN Jakarta Selatan): Diduga menerima Rp6 miliar. - Ali Muhtarom (Hakim PN Jakarta Pusat): Diduga menerima Rp5 miliar.
Kasus ini berawal dari vonis lepas yang diberikan Majelis Hakim Tipikor Jakarta Pusat terhadap Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor, pada Januari 2023. Padahal, jaksa sebelumnya menuntut hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp10,9 triliun. Namun, majelis hakim hanya menjatuhkan vonis 1,5 tahun penjara dan denda Rp100 juta.