Pemerhentian Impor Garam Industri Mulai 2025: Tantangan Kualitas dan Ketahanan Produksi Lokal

Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) resmi memberlakukan penghentian impor garam industri mulai 31 Desember 2025. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembangunan Garam Nasional, yang bertujuan memperkuat swasembada garam dalam negeri. Seluruh kebutuhan garam untuk industri pangan dan tekstil wajib dipasok dari produksi lokal sesuai tenggat waktu yang ditetapkan.

Meski mendukung kebijakan tersebut, pelaku industri mengingatkan sejumlah tantangan. Adhi S. Lukman, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI), menyatakan bahwa meski relaksasi impor tetap dimungkinkan dalam kondisi tertentu, ketersediaan garam lokal belum sepenuhnya memenuhi standar industri. "Spesifikasi garam untuk produk kering seperti mie instan atau snack belum bisa dipenuhi garam lokal. Sementara untuk produk fermentasi seperti kecap atau ikan asin, kualitasnya sudah mendekati," jelas Adhi dalam diskusi di Jakarta.

Berikut poin-ponel kritis yang disoroti industri: - Ketergantungan pada cuaca: Produksi garam nasional fluktuatif akibat faktor iklim, dengan catatan pernah hanya mencapai di bawah 100.000 ton pada tahun tertentu. - Standar kualitas: Garam industri memerlukan kemurnian tinggi (NaCl minimal 97%) dan konsistensi supply yang sulit dipenuhi petambak tradisional. - Mekanisme darurat: Perlu kejelasan skema relaksasi impor ketika produksi dalam negeri tidak mencukupi, termasuk batasan ‘kondisi tertentu’ yang diperbolehkan.

KKP menegaskan komitmennya meningkatkan kapasitas petambak melalui program intensifikasi lahan dan teknologi kristalisasi. Namun, pengusaha menekankan perlunya roadmap transisi yang melibatkan semua pemangku kepentingan untuk menghindari disrupsi supply chain pasca-2025.