Jepang Hadapi Krisis Demografi Terparah dalam Sejarah Modern

Tokyo - Data terbaru dari Kementerian Dalam Negeri Jepang mengungkapkan tren demografi yang mengkhawatirkan. Per Oktober 2024, jumlah penduduk Negeri Sakura menyusut drastis menjadi 120,3 juta jiwa - penurunan tahunan terbesar sepanjang sejarah dengan 898.000 warga menghilang dari statistik. Angka ini bahkan lebih rendah dibandingkan separuh populasi Indonesia yang mencapai 282 juta pada periode sama.

Fenomena ini tidak hanya melanda warga lokal. Komunitas ekspatriat juga berkurang 550.000 orang, menyisakan 123,8 juta penduduk asing. Analis menyoroti kombinasi mematikan antara tingkat fertilitas yang anjlok (termasuk terendah global) dan kebijakan imigrasi restriktif. Dampaknya telah merembes ke berbagai sektor:

  • Krisis tenaga kerja di industri manufaktur dan jasa
  • Penyusutan basis konsumen yang menggerogoti pertumbuhan ekonomi
  • Kesulitan rekrutmen massal di kalangan perusahaan

Akar Masalah dan Respons Pemerintah

Sekretaris Kabinet Yoshimasa Hayashi mengakui kompleksitas masalah ini dalam konferensi pers. "Banyak generasi muda sebenarnya ingin berkeluarga, tapi terhambat realitas ekonomi," paparnya. Survei menunjukkan beberapa faktor kunci:

  1. Pernikahan tertunda akibat ketidakstabilan karir
  2. Biaya pengasuhan anak yang membumbung tinggi
  3. Transformasi nilai sosial dimana pernikahan bukan lagi kebutuhan primer

Meski membuka keran terbatas untuk pekerja migran, kebijakan imigrasi Jepang tetap termasuk paling ketat di OECD. Sebagai solusi jangka pendek, pemerintah menggelontorkan:

  • Insentif upah untuk pekerja muda
  • Program subsidi childcare komprehensif
  • Reformasi sistem pajak untuk keluarga baru

"Kami berkomitmen menciptakan ekosistem yang mendukung keluarga muda," tegas Hayashi. Namun pakar demografi memprediksi butuh dekade untuk membalikkan tren ini, dengan proyeksi populasi bisa menyusut di bawah 100 juta pada 2060 jika tidak ada terobosan signifikan.