Industri Perhotelan Jakarta Hadapi Tantangan Berat Akibat Kebijakan Efisiensi Anggaran
Jakarta, 14 April 2025 – Kebijakan efisiensi anggaran pemerintah mulai memberikan dampak signifikan terhadap industri perhotelan di Ibu Kota. Berdasarkan laporan terbaru dari Colliers Indonesia, hotel-hotel yang selama ini mengandalkan pendapatan dari belanja pemerintah kini menghadapi tekanan berat. Ferry Salanto, Senior Associate Director Colliers Indonesia, mengungkapkan bahwa pemulihan sektor perhotelan pascapandemi kembali terhambat akibat melambatnya belanja pemerintah.
Ramadan tahun ini menjadi periode yang semakin menantang bagi industri perhotelan. Aktivitas bisnis mengalami penurunan drastis sepanjang Maret 2025, terutama pada segmen meeting, incentive, convention, and exhibition (MICE) serta perjalanan dinas. Ferry menilai kuartal pertama 2025 sebagai masa terberat bagi bisnis hotel di Jakarta. "Tanpa adanya stimulus atau relaksasi dari pemerintah, hotel-hotel terpaksa mengandalkan sektor non-pemerintah untuk bertahan," ujarnya.
Berikut beberapa dampak yang terlihat: - Penurunan Okupansi: Survei bersama Horwath dan PHRI terhadap 717 hotel menunjukkan peningkatan dampak negatif sejak pengumuman efisiensi anggaran. Pada November 2024, hanya 40% hotel yang melaporkan tekanan, namun angka ini melonjak menjadi 83% pada Januari 2025. - Penurunan Pendapatan: Sebanyak 46% hotel mengaku pendapatannya turun lebih dari 30%. - Langkah Efisiensi: Banyak hotel memangkas biaya dengan mengurangi jam kerja, memberlakukan cuti tanpa bayar, bahkan mempertimbangkan penutupan sementara jika kondisi tidak membaik.
Meskipun demikian, pelaku industri masih berharap adanya perbaikan setelah Lebaran dan menjelang musim libur pertengahan tahun. Ferry menambahkan bahwa hotel-hotel dengan lokasi strategis, seperti di dekat bandara atau kawasan industri, memiliki ketahanan lebih baik. "Mereka masih bisa bertahan meski kehilangan tamu dari sektor pemerintah," jelasnya.
Tidak hanya Jakarta, Bali juga mulai merasakan dampak efisiensi anggaran. Meskipun pasar rekreasi masih dominan, terjadi penurunan signifikan pada segmen domestik dan MICE. Ferry menekankan pentingnya diversifikasi pasar, terutama dengan persaingan ketat dari destinasi seperti Thailand dan Vietnam. "Target 6,5 juta wisatawan asing dan 10 juta wisatawan domestik ke Bali menjadi tantangan besar di tengah persaingan global," ucapnya.