Mi Banglades Pusong Baru: Warisan Kuliner Tiga Generasi di Lhokseumawe
Mi Banglades Pusong Baru: Warisan Kuliner Tiga Generasi di Lhokseumawe
Semerbak aroma rempah dan mi yang ditumis memenuhi udara di sekitar Warung Banglades, Jalan Perdagangan, Desa Pusong Baru, Lhokseumawe. Sejak sore hari hingga menjelang waktu salat Tarawih, warung sederhana ini selalu ramai dikunjungi pelanggan yang ingin menikmati kelezatan mi legendaris ini, terutama selama bulan Ramadan. Lebih dari sekadar hidangan berbuka puasa, mi khas Bangladesh ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah kuliner Lhokseumawe, menawarkan cita rasa unik yang telah bertahan selama hampir setengah abad.
Kehadiran warung ini di Lhokseumawe berawal dari tangan Abdullah Arsyah, atau yang akrab disapa Bang Lah, yang memulai usaha ini pada tahun 1977. Kini, tongkat estafet usaha kuliner ini telah diwariskan kepada putranya, Muhammad Munzir Abdullah, menandai tiga generasi yang telah menjaga resep dan cita rasa otentik mi Banglades. Proses memasak mi ini sendiri masih mempertahankan cara tradisional, dengan menggunakan kuali besar untuk memasak hingga 20 kilogram mi sekaligus. Tekstur mi yang lembut dan gurih, hasil perpaduan adonan mi dengan telur, menjadi salah satu kunci kelezatannya. Kehadiran taburan daging yang melimpah, serta racikan rempah-rempah rahasia yang diolah dalam jumlah besar, semakin memperkaya cita rasa setiap suapan.
Keunikan mi Banglades ini tidak hanya terletak pada cita rasanya. Pelanggan dapat menikmati mi ini di tempat atau membawanya pulang dengan tambahan acar terpisah, yang berisi saus tomat, cabai rawit, dan irisan timun segar. Munzir, generasi penerus usaha ini, mengungkapkan rahasia keberhasilan warungnya bukan hanya pada cita rasa mi yang khas, tetapi juga keramahan dalam melayani pelanggan. “Makanan itu soal selera,” ujarnya. “Kalau sudah cocok di lidah, orang tidak akan pindah ke makanan lain.” Hal ini tercermin dalam kesibukan lima pekerja di dapur, yang sigap mengaduk mi, membungkus pesanan, dan menyajikannya kepada pelanggan dengan ramah tamah.
Ramadhan menjadi periode puncak kesibukan warung ini. Antrean pelanggan yang ingin menjadikan mi Banglades sebagai menu berbuka puasa selalu terlihat sepanjang bulan suci. Munzir mengungkapkan rasa syukur atas tingginya animo masyarakat terhadap mi tersebut selama bulan Ramadan. “Kami bersyukur, puasa juga pelanggan masih ramai yang membeli mi ini,” tuturnya. Bagi para pelancong yang mengunjungi Lhokseumawe, mencicipi mi legendaris ini menjadi pengalaman kuliner yang tidak boleh dilewatkan. Cita rasa yang gurih, berempah, dan menggugah selera dijamin akan membuat Anda ketagihan.
Proses memasak mi masih mempertahankan cara tradisional, menggunakan kuali besar untuk memasak hingga 20 kg sekaligus Rahasia kelezatan: perpaduan adonan mi dengan telur, taburan daging melimpah, dan racikan rempah-rempah rahasia Pelanggan dapat menikmati mi di tempat atau dibawa pulang dengan tambahan acar terpisah (saus tomat, cabai rawit, irisan timun) Warung ini telah beroperasi sejak 1977 dan kini dikelola oleh generasi ketiga keluarga Arsyah Ramadhan menjadi periode puncak kesibukan warung ini, dengan antrean pelanggan yang selalu ramai