Tantangan Swasembada Garam Nasional: Impor Masih Dibutuhkan untuk Industri Pangan

Jakarta – Upaya pemerintah mencapai swasembada garam nasional menghadapi tantangan serius, terutama dalam memenuhi kebutuhan industri pangan. Meski Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional telah diteken, pelaku industri mengaku masih bergantung pada impor akibat ketidakcukupan produksi dalam negeri.

Adhi Lukman, Ketua Bidang Industri Manufaktur Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), menjelaskan bahwa spesifikasi garam untuk industri makanan dan minuman belum sepenuhnya dapat dipenuhi oleh produksi lokal. "Koordinasi dengan PT Garam dan pemangku kepentingan lainnya menunjukkan bahwa pasokan domestik masih terbatas," ujarnya dalam pertemuan di Jakarta, Senin (14/4/2025).

Berikut beberapa poin kritis yang dihadapi: - Kesenjangan Produksi: Kebutuhan garam nasional mencapai sekitar 4 juta ton per tahun, sementara produksi lokal pernah turun drastis di bawah 100 ribu ton akibat faktor cuaca. - Spesifikasi Teknis: Industri seperti pengolahan bubuk makanan dan bahan kering memerlukan garam dengan standar khusus yang belum diproduksi massal di dalam negeri. - Relaksasi Impor: Pelaku usaha mendorong fleksibilitas impor sebagai solusi sambil menunggu peningkatan kapasitas produksi lokal.

Pemerintah menargetkan swasembada garam pada 2027, dengan fokus pada 13 sektor strategis, termasuk industri pangan, farmasi, dan kimia. Namun, Adhi menekankan perlunya kajian mendalam terhadap kapasitas produksi dan kebutuhan riil sebelum kebijakan impor benar-benar dihentikan.

"Dukungan kami untuk swasembada tetap kuat, tetapi realistis, impor masih diperlukan sebagai penyangga selama transisi," tambahnya. Pembicaraan dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Kementerian Perdagangan pun terus dilakukan untuk memastikan ketersediaan pasokan tanpa mengganggu rantai industri.