Negara-Negara Maju Protes Kebijakan Hilirisasi Sumber Daya Alam Indonesia

Menteri Investasi dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, mengungkapkan bahwa sejumlah negara maju menentang kebijakan hilirisasi sumber daya alam yang digalakkan oleh pemerintah Indonesia. Menurutnya, penolakan tersebut muncul karena kebijakan ini dinilai akan mengganggu pasokan bahan baku mentah yang selama ini menjadi andalan industri negara-negara tersebut.

Dalam pidatonya di acara Global Hydrogen Ecosystem 2025 Summit & Exhibition di Jakarta, Bahlil menjelaskan bahwa hilirisasi merupakan strategi untuk menciptakan nilai tambah dari sumber daya alam dalam negeri. "Mereka (negara maju) tidak setuju karena hilirisasi akan mengurangi ketergantungan mereka pada bahan baku Indonesia," tegasnya. Salah satu contoh nyata adalah hilirisasi nikel yang menuai protes dari Uni Eropa dan dibawa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Berikut dampak positif hilirisasi nikel berdasarkan data yang disampaikan Bahlil: - Peningkatan nilai ekspor: Dari hanya US$ 3,3 miliar pada 2018-2019 melonjak menjadi US$ 34-35 miliar pada 2023-2024. - Penciptaan lapangan kerja: Hilirisasi membuka peluang kerja baru di sektor industri pengolahan. - Pertumbuhan ekonomi: Kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) meningkat signifikan.

Lebih lanjut, Bahlil menyatakan bahwa pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto berkomitmen untuk melanjutkan program hilirisasi pada 28 komoditas strategis. "Ini bukan sekadar kebijakan ekonomi, tetapi juga upaya mencapai kedaulatan energi dan ketahanan nasional," ujarnya. Ia menegaskan bahwa Indonesia tidak perlu ragu menghadapi tekanan dari negara lain karena kebijakan ini telah terbukti memberikan manfaat besar bagi perekonomian domestik.