Langkah Bali Larang AMDK Kecil Dinilai Solutif Atasi Krisis Sampah Plastik
Denpasar – Kebijakan Pemerintah Provinsi Bali yang melarang produksi dan distribusi air minum dalam kemasan (AMDK) berukuran di bawah 1 liter mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk anggota DPR RI dari Fraksi PDI-P. Aturan ini dinilai sebagai langkah strategis untuk mengurangi timbunan sampah plastik yang mengancam kelestarian lingkungan di Pulau Dewata.
Putra Nababan, Anggota Komisi VII DPR RI, menyatakan bahwa larangan tersebut sejalan dengan upaya perlindungan ekosistem Bali. "Kebijakan Gubernur Koster bukan tanpa alasan. Sampah plastik telah menjadi ancaman serius bagi lingkungan dan pariwisata Bali. Langkah ini merupakan bagian dari komitmen jangka panjang yang telah dimulai sejak lima tahun lalu," ujarnya. Ia menambahkan, aturan ini dirancang dengan mempertimbangkan aspek ekologi, sosial, dan kearifan lokal.
Dampak Positif bagi Lingkungan dan Industri
- Pengurangan Sampah Plastik: Larangan ini diprediksi mampu menekan volume sampah plastik hingga 30% dalam setahun.
- Dorongan Inovasi: Pelaku industri didorong untuk beralih ke kemasan ramah lingkungan, seperti botol kaca atau sistem isi ulang.
- Kesadaran Masyarakat: Kebijakan ini diharapkan meningkatkan kesadaran wisatawan dan warga untuk menggunakan tumbler.
Bane Raja Manalu, sesama anggota Komisi VII, menekankan bahwa aturan ini perlu diapresiasi sebagai upaya menjaga "Tri Hita Karana" (keseimbangan hubungan manusia, alam, dan spiritual). "Bali tidak hanya membutuhkan solusi instan, tetapi transformasi budaya dalam pengelolaan sampah," tegasnya.
Respons Pemerintah Pusat dan Industri
Kementerian Perindustrian berencana menggelar pertemuan dengan Pemprov Bali dan produsen AMDK untuk membahas implementasi aturan tersebut. Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza menyarankan agar kebijakan serupa melibatkan koordinasi lebih intensif dengan pusat. "Kami mendukung perlindungan lingkungan, tetapi perlu memastikan dampaknya terhadap iklim investasi," jelasnya.
Gubernur Koster menegaskan, larangan ini tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha melainkan mendorong adaptasi. "Produsen tetap bisa beroperasi dengan inovasi kemasan alternatif. Contohnya, di Karangasem sudah ada yang menggunakan botol kaca," paparnya. Aturan ini tertuang dalam Surat Edaran Gubernur Nomor 9 Tahun 2025 dan mulai efektif pada Maret 2025.