Ketegangan Diplomatik: Australia Respons Laporan Kehadiran Militer Rusia di Indonesia

Pemerintah Australia tengah berupaya memverifikasi kebenaran laporan yang menyebutkan bahwa Rusia berencana menempatkan pesawat militer jarak jauhnya di Pangkalan Udara Manuhua, Biak Numfor, Papua. Laporan tersebut, yang pertama kali diungkap oleh situs analisis militer asal Amerika Serikat, mengindikasikan bahwa Rusia telah mengajukan permintaan resmi kepada Indonesia untuk menggunakan pangkalan tersebut. Hal ini memicu kekhawatiran di kalangan pejabat Australia, mengingat potensi ancaman terhadap keamanan regional.

Menurut sumber militer, pada 2017, Rusia pernah memanfaatkan pangkalan yang sama untuk menerbangkan pesawat pengebom strategis berkemampuan nuklir dalam misi patroli. Keberadaan aset militer Rusia di wilayah tersebut dinilai dapat mengganggu stabilitas keamanan di kawasan Pasifik Barat, termasuk fasilitas pertahanan AS di Guam. Pakar strategi Malcolm Davis dari Australian Strategic Policy Institute menyatakan, meskipun permintaan Rusia belum disetujui, tekanan diplomatik dari Australia, AS, dan Jepang kemungkinan besar akan memengaruhi keputusan Indonesia.

  • Respons Pejabat Australia: Menteri Luar Negeri Penny Wong menegaskan bahwa pemerintah Australia sedang mengumpulkan informasi lebih lanjut dari otoritas Indonesia. Ia menyebut Rusia sebagai "aktor disruptif" di bawah kepemimpinan Vladimir Putin.
  • Reaksi Politik Domestik: Pemimpin Oposisi Peter Dutton mengecam keras kemungkinan kehadiran militer Rusia, menyatakan hal itu sebagai "kegagalan diplomasi" jika Australia tidak diberi tahu sebelumnya.
  • Hubungan Indonesia-Rusia: Kedua negara baru-baru ini menggelar latihan angkatan laut bersama di Laut Jawa, menandai peningkatan kerja sama militer. Namun, sumber di Jakarta menyatakan kecil kemungkinan Indonesia menyetujui permintaan Rusia, mengingat prinsip netralitas dalam kebijakan luar negerinya.

Perdana Menteri Anthony Albanese menekankan pentingnya pendekatan diplomatik yang hati-hati dalam menangani isu ini. Sementara itu, Kementerian Pertahanan Indonesia menyatakan belum menerima informasi resmi terkait permintaan tersebut.