Indonesia dan Uni Eropa Pacu Finalisasi IEU-CEPA untuk Antisipasi Dampak Kebijakan Perdagangan AS

Jakarta – Pemerintah Indonesia dan Uni Eropa semakin intensif mendorong penyelesaian perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif, Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA). Langkah ini diambil sebagai respons terhadap dinamika perdagangan global, termasuk kebijakan tarif baru dari Amerika Serikat yang menciptakan ketidakpastian.

Dalam pertemuan antara Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan dengan delegasi Komite Perdagangan Internasional (INTA) Parlemen Uni Eropa, kedua belah pihak menegaskan komitmen untuk segera menyelesaikan negosiasi yang telah berlangsung hampir 10 tahun. "IEU-CEPA bukan sekadar perjanjian dagang, melainkan strategi jangka panjang untuk memperluas akses pasar, menarik investasi, dan menciptakan pertumbuhan berkelanjutan," tegas Luhut.

Poin-Poin Penting dalam Pembahasan IEU-CEPA:
- Akses Pasar: Pembukaan akses untuk produk unggulan Indonesia seperti tekstil, alas kaki, serta komoditas pertanian dan perikanan.
- Investasi: Penyederhanaan regulasi dan insentif untuk menarik lebih banyak investor Uni Eropa.
- Harmonisasi Kebijakan: Penyelarasan standar perdagangan dan pengadaan publik antara kedua wilayah.

Uni Eropa saat ini merupakan mitra dagang terbesar kedua bagi Indonesia setelah China, dengan nilai perdagangan mencapai €26 miliar pada 2024. Menyelesaikan IEU-CEPA diharapkan dapat mengurangi ketergantungan Indonesia pada pasar tunggal dan meningkatkan daya saing produk lokal di kancah global.

Di sisi lain, Komisioner Perdagangan Uni Eropa Maroš Šefčovič menyatakan optimisme bahwa negosiasi bisa tuntas pada paruh pertama 2025. "Perbedaan struktur ekonomi justru menciptakan peluang kolaborasi yang saling menguntungkan," ujarnya. Pemerintah Indonesia juga terus melakukan reformasi kebijakan, termasuk deregulasi dan efisiensi biaya logistik, untuk mendukung iklim investasi yang lebih kompetitif.