Ketegasan MK Dinanti dalam Penyelesaian Sengketa Pemungutan Suara Ulang Pilkada

Jakarta – Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Zulfikar Arse Sadikin, mendesak Mahkamah Konstitusi (MK) untuk bersikap tegas dalam menangani sengketa hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada. Menurutnya, peserta pemilu yang telah melalui proses PSU seharusnya menerima hasil akhir tanpa mengajukan gugatan baru.

"Prinsipnya, ketika PSU sudah dilaksanakan, semua pihak harus menghormati keputusan tersebut. MK tidak boleh memberikan ruang bagi upaya memperpanjang sengketa yang hanya menciptakan ketidakpastian," tegas Zulfikar dalam pertemuan di Kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat.

Dia menambahkan, praktik pengajuan gugatan berulang dapat mengganggu stabilitas pemerintahan daerah dan merugikan masyarakat. "Jika PSU terus digugat, kapan pemerintahan daerah bisa berjalan efektif? Rakyatlah yang akhirnya menanggung konsekuensinya," ujarnya.

Zulfikar juga mengusulkan beberapa langkah strategis untuk mencegah sengketa berlarut-larut:

  • Komitmen Bersama Peserta Pilkada: Para calon perlu menandatangani pernyataan kesediaan menerima hasil PSU sebelum proses dimulai.
  • Penerapan Ambang Batas Gugatan: MK perlu menetapkan kriteria jelas untuk menerima atau menolak permohonan sengketa pilkada.
  • Penegasan Putusan Final: Hasil PSU harus dianggap sebagai keputusan yang mengikat dan tidak dapat diganggu gugat.

Saat ini, MK mencatat setidaknya tujuh gugatan terkait PSU dan rekapitulasi ulang, termasuk kasus di Kabupaten Puncak Jaya yang diajukan oleh Miren Kogoya dan Mendi Wonerengga. Beberapa daerah lain yang tengah menghadapi sengketa serupa meliputi:

  • Kabupaten Siak
  • Kabupaten Barito Utara
  • Kabupaten Pulau Taliabu
  • Kabupaten Buru
  • Kabupaten Banggai
  • Kabupaten Kepulauan Talaud

Zulfikar menegaskan, tanpa ketegasan MK, siklus sengketa pilkada berpotensi menjadi preseden buruk bagi demokrasi Indonesia.