Perubahan UU Minerba: Risiko Ketergantungan Indonesia pada Batu Bara dan Tantangan Transisi Energi

Perubahan UU Minerba: Risiko Ketergantungan Indonesia pada Batu Bara dan Tantangan Transisi Energi

Perubahan Undang-Undang (UU) Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang baru saja disahkan DPR menimbulkan kekhawatiran akan semakin meningkatnya ketergantungan Indonesia terhadap batu bara sebagai bahan bakar fosil. Perluasan akses perizinan tambang kepada berbagai entitas, termasuk BUMD, UKM, koperasi, dan bahkan badan usaha ormas keagamaan, memicu debat sengit terkait implikasi jangka panjang bagi perekonomian dan lingkungan Indonesia. Putra Adhiguna, Managing Director Energy Shift, menyoroti kompleksitas politik dan ekonomi yang melatarbelakangi kebijakan ini. Ia mengingatkan potensi Indonesia tertinggal dalam transisi energi global yang sedang berlangsung.

"Produksi batu bara dan minyak memang sah," ujar Putra dalam wawancara dengan Kompas.com, Kamis (27/2/2025). "Namun, memperdalam ketergantungan justru amat berbahaya, mengingat dunia tengah bergeser menuju energi terbarukan, sementara kita justru semakin bergantung pada sumber daya yang kian terbatas dan berdampak buruk bagi lingkungan." Kekhawatiran ini diperkuat oleh data cadangan batu bara Indonesia yang relatif kecil jika dibandingkan negara-negara lain. Berdasarkan data Worldometer dari BP, cadangan batu bara Indonesia hanya 2,2 persen dari total cadangan global. Negara-negara seperti Amerika Serikat, Rusia, Australia, China, dan India mendominasi cadangan batu bara dunia.

Lebih lanjut, Putra menekankan perlunya strategi yang lebih bijak. "Memproduksi batu bara diperbolehkan, tetapi sebagian dari keuntungannya harus diinvestasikan untuk mendukung transisi energi Indonesia menuju masa depan yang lebih berkelanjutan," tegasnya. Ia memperingatkan agar pemerintah tidak terperangkap dalam ketergantungan yang berat terhadap batu bara, terutama mengingat pasar ekspor utama Indonesia, yaitu China dan India, sedang gencar melakukan transisi energi dan mengurangi penggunaan batu bara. Lebih dari 60 persen ekspor batu bara Indonesia saat ini ditujukan ke kedua negara tersebut. Situasi ini menciptakan risiko besar bagi Indonesia jika permintaan batu bara global menurun drastis seiring dengan percepatan transisi energi di tingkat global.

Rapat paripurna DPR pada 18 Februari lalu menyetujui perubahan keempat UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir, memimpin pengesahan tersebut. Aturan baru ini memberikan prioritas akses perizinan kepada berbagai entitas, menimbulkan pertanyaan mengenai dampaknya terhadap lingkungan, keberlanjutan ekonomi, dan komitmen Indonesia terhadap target energi terbarukan.

  • Implikasi Prioritas Izin Tambang: Perluasan akses perizinan kepada berbagai entitas menimbulkan pertanyaan terkait transparansi, tata kelola, dan dampak lingkungan jangka panjang.
  • Ketergantungan Ekonomi: Ketergantungan pada ekspor batu bara ke negara-negara yang sedang mengurangi penggunaan batu bara menciptakan kerentanan ekonomi bagi Indonesia.
  • Transisi Energi: Kegagalan berinvestasi pada energi terbarukan dapat membuat Indonesia tertinggal dalam perlombaan global menuju energi berkelanjutan.
  • Cadangan Batu Bara Terbatas: Cadangan batu bara Indonesia yang relatif kecil dibandingkan negara lain memperkuat perlunya strategi diversifikasi energi.
  • Dampak Lingkungan: Eksploitasi batu bara yang intensif berpotensi meningkatkan dampak negatif terhadap lingkungan dan perubahan iklim.