Kebijakan Revitalisasi Penjurusan SMA Dikritisi Sebagai Langkah Terburu-buru
Kebijakan Kementerian Pendidikan untuk mengaktifkan kembali sistem penjurusan di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) menuai beragam tanggapan dari para pendidik. Rencana ini dikaitkan dengan persiapan Tes Kemampuan Akademik (TKA) yang akan dilaksanakan mulai November 2025.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti, menyatakan bahwa penjurusan akan kembali diterapkan dengan tiga pilihan utama: Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan Bahasa. "Dalam TKA nanti akan ada tes wajib untuk Bahasa Indonesia dan Matematika, disesuaikan dengan jurusan yang dipilih," jelas Mu'ti dalam acara Halal Bihalal bersama Forum Wartawan Pendidikan di Jakarta.
Namun, kebijakan ini mendapat kritik dari Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G). Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, menilai langkah ini terlalu terburu-buru. "Kurikulum Merdeka yang menghapus penjurusan belum dievaluasi secara mendalam. Perlu waktu minimal enam tahun untuk menilai efektivitasnya," ujar Satriwan. Ia menyarankan agar Kementerian melakukan kajian akademik yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan sebelum menerapkan kebijakan baru.
Respons Praktisi Pendidikan
- Guru Kimia SMA Prestasi Prima Jakarta Timur, Atika Rifda, mengungkapkan bahwa sekolahnya telah menerapkan sistem semi-penjurusan meskipun menggunakan Kurikulum Merdeka. "Kami menggunakan paket jurusan agar universitas tidak kebingungan dalam menilai kompetensi siswa," katanya.
- Guru Ekonomi SMAN 12 Jakarta, Adi Purwanto, berpendapat bahwa penjurusan dapat membantu siswa memfokuskan minat mereka. Namun, ia menekankan pentingnya sosialisasi yang cepat dan evaluasi kebijakan sebelumnya.
- Guru Matematika SMA Negeri 1 Karanganyar Kebumen, Arif Dwi Hantoro, menyatakan bahwa penjurusan akan memudahkan siswa dalam mempersiapkan diri untuk perguruan tinggi. "Jurusan di perguruan tinggi masih terbagi menjadi saintek dan soshum, sehingga penjurusan di SMA akan selaras," ujarnya.
Tantangan Implementasi
Beberapa guru mengakui bahwa transisi kembali ke sistem penjurusan mungkin tidak akan terlalu sulit, terutama bagi sekolah yang masih mempertahankan elemen penjurusan dalam Kurikulum Merdeka. Namun, mereka menekankan perlunya persiapan matang, termasuk pelatihan guru dan penyesuaian materi ajar. "Siswa yang sudah terbiasa dengan mata pelajaran pilihan mungkin memerlukan penjelasan lebih lanjut tentang sistem baru ini," tambah Arif.