Harvard Tegaskan Otonomi Akademik, Pemerintah AS Bekukan Pendanaan

Pemerintah Amerika Serikat mengambil langkah tegas dengan membekukan aliran dana hibah dan kontrak senilai total lebih dari $2,26 miliar ke Universitas Harvard. Keputusan ini muncul sebagai respons atas penolakan Harvard untuk mematuhi permintaan pemerintah yang dianggap membatasi kebebasan akademik.

Dalam surat resmi yang ditujukan kepada seluruh komunitas kampus, Presiden Harvard Alan Garber menegaskan prinsip kemandirian institusi pendidikan. "Kami tidak akan mengkompromikan otonomi akademik atau hak konstitusional kami," tegas Garber. Pernyataan ini secara implisit menolak tekanan dari pemerintahan sebelumnya yang ingin mengontrol berbagai aspek operasional universitas, termasuk kebijakan penerimaan mahasiswa dan kurikulum pendidikan.

Kementerian Pendidikan AS sebelumnya telah mengeluarkan kritik formal terhadap Harvard, menyatakan bahwa universitas tersebut:

  • Gagal memenuhi standar intelektual yang menjadi dasar pendanaan federal
  • Dianggap terlalu memberi ruang bagi aktivisme dibandingkan kajian akademis
  • Tidak mematuhi ketentuan Title VI tentang hak-hak sipil

Protes segera menyebar di kalangan akademisi. Sejumlah alumni terkemuka menggalang dukungan melalui petisi yang menyerukan perlawanan hukum terhadap kebijakan pemerintah. "Ini bukan sekadar tentang Harvard, melainkan tentang prinsip dasar pendidikan tinggi yang harus bebas dari intervensi politik," ujar Anurima Bhargava, salah satu inisiator petisi.

Situasi ini memicu reaksi berantai di dunia akademik:

  1. Asosiasi Profesor Universitas Amerika mengajukan gugatan hukum
  2. Muncul demonstrasi dukungan dari sivitas akademika Harvard dan MIT
  3. Para ahli hukum konstitusi mempertanyakan dasar hukum pembekuan dana

David Pozen, pakar hukum dari Columbia University, menyoroti keunikan kasus ini: "Tindakan pembatasan terhadap universitas dengan alasan politik seperti ini belum pernah terjadi dalam sejarah modern Amerika."

Kasus ini terjadi bersamaan dengan meningkatnya pengawasan pemerintah terhadap aktivisme kampus, terutama yang terkait dengan isu Palestina. Beberapa mahasiswa aktivis dilaporkan menghadapi konsekuensi administratif, termasuk ancaman deportasi bagi mahasiswa asing yang terlibat dalam demonstrasi pro-Palestina.