Pembahasan RUU Perampasan Aset Terkendala Dinamika Politik
Jakarta – Proses pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana masih menemui hambatan signifikan akibat dinamika politik di tingkat legislatif. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Supratman Andi Agtas, mengungkapkan bahwa meskipun draf RUU tersebut telah diserahkan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), kemajuan pembahasannya sangat bergantung pada kesepakatan antarpartai politik.
Dalam keterangannya di Jakarta, Supratman menekankan perlunya komunikasi intensif dengan seluruh fraksi di DPR untuk memastikan RUU ini dapat segera masuk dalam agenda prioritas. Pemerintah berencana mengajukan kembali RUU tersebut dalam revisi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) mendatang, sebagai respons atas harapan masyarakat dan pemangku kepentingan.
Beberapa tantangan yang dihadapi meliputi: - Kesesuaian dengan sistem hukum: RUU ini memerlukan kajian mendalam untuk memastikan koherensi dengan kerangka hukum Indonesia. - Proses politik yang kompleks: Pembahasan melibatkan negosiasi multipihak, termasuk penyesuaian dengan agenda politik partai. - Ketidakpastian jadwal: Belum ada kepastian kapan pembahasan substantif dapat dimulai, meski RUU telah masuk dalam Prolegnas jangka menengah 2025-2029.
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR, Ahmad Doli Kurnia, sebelumnya menyatakan bahwa RUU ini membutuhkan waktu lebih lama untuk dikaji dibandingkan RUU prioritas lainnya. Hal ini mencerminkan kompleksitas isu perampasan aset, yang tidak hanya menyangkut aspek hukum tetapi juga implikasi ekonomi dan politik.