Optimalisasi ETLE dan Alokasi Pendapatannya untuk Subsidi Transportasi Publik: Usulan Revisi UU LLAJ
Optimalisasi ETLE dan Alokasi Pendapatannya untuk Subsidi Transportasi Publik: Usulan Revisi UU LLAJ
Masalah rendahnya efektivitas tilang elektronik (Electronic Traffic Law Enforcement/ETLE) dalam menindak pelanggaran lalu lintas menjadi sorotan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI). Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR RI pada Kamis (6/3/2023), MTI memaparkan data yang menunjukkan disparitas signifikan antara jumlah pelanggaran yang terekam ETLE dan jumlah surat tilang yang diterbitkan. Data Polda Metro Jaya pada Februari 2023 mencatat 8,3 juta pelanggaran, namun hanya 6.272 surat tilang yang dikirim (0,1%). Angka ini meningkat menjadi 10,3 juta pelanggaran di bulan Maret, dengan hanya 32.523 surat tilang yang diterbitkan (0,3%).
Rendahnya angka penerbitan surat tilang ini, menurut Sekretaris Jenderal MTI Haris Muhamadun, mengakibatkan potensi pendapatan negara yang sangat besar dari denda ETLE menjadi tidak termanfaatkan. Dengan asumsi denda maksimal Rp 500.000 per pelanggaran, potensi pendapatan dari denda ETLE di Jakarta pada bulan Februari dan Maret saja mencapai angka fantastis, yakni Rp 4,1 triliun dan Rp 5,1 triliun. MTI mengusulkan agar sebagian pendapatan dari denda ETLE, misalnya 50%, dialokasikan untuk mensubsidi pengembangan transportasi publik di daerah. Dengan skema ini, potensi dana yang bisa dikucurkan untuk subsidi transportasi publik mencapai Rp 4,6 triliun dalam dua bulan. Angka ini jauh lebih besar dari anggaran subsidi transportasi publik di DKI Jakarta saat ini yang mencapai Rp 4,1 triliun untuk TransJakarta, Rp 800 miliar untuk MRT Jakarta, dan sekitar Rp 300 miliar untuk LRT Jakarta.
Haris menekankan pentingnya optimalisasi sistem ETLE sebagai prasyarat utama keberhasilan usulan ini. Sistem ETLE harus mampu menjamin pengiriman surat tilang kepada seluruh pelanggar. Dengan demikian, potensi pendapatan dari denda ETLE dapat direalisasikan dan dimanfaatkan secara maksimal untuk pembiayaan pembangunan transportasi publik. MTI berharap revisi Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) memasukkan pasal-pasal yang mengatur mekanisme ini secara lebih rinci dan terukur. Hal ini diyakini dapat menjadi solusi creative financing
yang inovatif untuk meningkatkan kualitas layanan transportasi publik di Indonesia.
Lebih lanjut, MTI menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pendapatan dari denda ETLE. Mekanisme pengawasan yang ketat perlu diimplementasikan untuk memastikan bahwa dana tersebut benar-benar digunakan untuk tujuan yang telah ditetapkan, yaitu subsidi transportasi publik. Dengan demikian, optimalisasi ETLE tidak hanya akan meningkatkan penegakan hukum di bidang lalu lintas, tetapi juga berkontribusi pada peningkatan kualitas layanan transportasi publik yang lebih merata dan berkelanjutan di seluruh Indonesia. Usulan ini diharapkan dapat menjadi solusi yang efektif dan berkelanjutan dalam mengatasi permasalahan pembiayaan infrastruktur dan operasional transportasi publik di Indonesia. Revisi UU LLAJ diharapkan dapat mengakomodasi usulan ini untuk memberikan dampak positif yang signifikan bagi masyarakat.
Berikut poin-poin penting dari usulan MTI:
- Optimalisasi sistem ETLE untuk meningkatkan penerbitan surat tilang.
- Alokasi 50% pendapatan denda ETLE untuk subsidi transportasi publik.
- Penambahan pasal terkait ETLE dan alokasi pendapatannya dalam revisi UU LLAJ.
- Pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana.
- Potensi peningkatan kualitas layanan transportasi publik di Indonesia.