Indonesia Jadi Primadona Relokasi Pabrik di Tengah Ketegangan Perdagangan AS-China

Jakarta – Ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China membuka peluang besar bagi Indonesia sebagai destinasi relokasi industri global. Budihardjo Iduansjah, Ketua Umum Hippindo sekaligus Chairman ATTEC, menegaskan bahwa momentum ini harus dimanfaatkan melalui kebijakan investasi yang lebih atraktif.

Menurut Budihardjo, lonjakan minat investor asal Asia—termasuk China, Hong Kong, Singapura, dan Malaysia—terbukti dengan kehadiran 100 delegasi pada Indonesia Investment Summit 15 April 2025. "Kebijakan tarif perdagangan AS-China membuat Indonesia menjadi opsi strategis untuk joint venture dengan UMKM lokal," tegasnya. Ia mendorong pemerintah menyiapkan insentif seperti percepatan perizinan dan kemudahan logistik untuk menarik relokasi pabrik skala besar.

Berikut faktor pendukung potensi relokasi: - Stabilitas politik dan ekonomi yang lebih baik dibanding negara ASEAN lainnya. - Ketersediaan tenaga kerja dengan upah kompetitif. - Pasar domestik yang besar untuk absorpsi produk.

"Konsep 'bedol pabrik' harus diwujudkan melalui sinergi kebijakan perdagangan dan industri," tambah Budihardjo, merujuk pada pentingnya kolaborasi antara pemodal asing dan pelaku usaha kecil-menengah. Tantangan utama yang perlu diantisipasi meliputi: 1. Infrastruktur pendukung yang memadai. 2. Regulasi pajak yang transparan. 3. Perlindungan hak kekayaan intelektual.

Menteri Perdagangan diharapkan segera merumuskan paket kebijakan khusus untuk memastikan Indonesia tidak kehilangan momentum ini. "Investor butuh kepastian hukum dan kemudahan berusaha," pungkas Budihardjo.