Pemulihan Ekonomi Bangka Belitung Diproyeksikan Dua Tahun Pasca Defisit Rp 271 Miliar

Bangka Belitung – Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tengah menghadapi tantangan besar dalam menstabilkan keuangan daerah setelah mencatatkan defisit anggaran sebesar Rp 271 miliar pada tahun 2025. Gubernur terpilih, Hidayat Arsani, menyatakan bahwa pemulihan kondisi ekonomi daerah diperkirakan memakan waktu minimal dua tahun.

"Kami telah melakukan evaluasi mendalam terhadap kondisi keuangan daerah. Meski defisit ini bukan fenomena lokal semata, melainkan terjadi di berbagai wilayah Indonesia, kami berkomitmen untuk menuntaskannya dalam kurun waktu dua tahun," tegas Hidayat dalam rapat koordinasi di Kantor Gubernur. Ia menambahkan, defisit tersebut telah berdampak pada keterlambatan pembayaran tunjangan pegawai serta penundaan sejumlah proyek infrastruktur strategis.

Beberapa langkah prioritas telah disiapkan untuk mengatasi krisis keuangan ini, antara lain:

  • Efisiensi Anggaran: Pemangkasan belanja tidak prioritas dan optimalisasi penggunaan dana daerah.
  • Peningkatan Pendapatan: Identifikasi potensi sumber pendapatan baru, termasuk intensifikasi pajak dan retribusi.
  • Penataan Kelembagaan: Penyegaran struktur organisasi perangkat daerah dengan penempatan pejabat berkinerja tinggi.

Ketua DPRD Bangka Belitung, Didit Srigusjaya, menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam penanganan defisit ini. "Kami mendorong pemerintah daerah untuk segera melakukan restrukturisasi kelembagaan. Pejabat yang ditunjuk harus mampu bekerja dengan target jelas dan waktu yang terukur," ujarnya.

Dampak defisit ini semakin terasa di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi daerah, yang diproyeksikan hanya mencapai 2% pada tahun 2025—jauh di bawah rata-rata nasional sebesar 5%. Sektor pertambangan timah dan perkebunan kelapa sawit, yang menjadi tulang punggung ekonomi Bangka Belitung, turut mengalami penurunan akibat regulasi tata niaga yang ketat. Akibatnya, ribuan pekerja di sektor tersebut terpaksa kehilangan mata pencaharian, sementara puluhan pegawai honorer di instansi pemerintah mengalami pemutusan kontrak.

Selain itu, program bantuan sosial seperti BPJS Kesehatan dan Makan Bergizi Gratis (MBG) juga terancam terdampak jika tidak ada langkah cepat dari pemerintah. "Kami sedang mengkaji skema pendanaan alternatif agar program-program vital tetap berjalan tanpa membebani APBD," pungkas Hidayat.