Ketimpangan Tunjangan Dosen ASN Kemendikti Saintek Picu Unjuk Rasa
Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membeberkan akar masalah unjuk rasa yang dilakukan oleh dosen Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek). Demonstrasi tersebut dipicu oleh ketidakadilan dalam pemberian tunjangan kinerja (tukin) antara dosen dan pejabat struktural di instansi yang sama.
Menurut Sri Mulyani, dosen ASN di Kemendikti Saintek hanya menerima tunjangan profesi, yang nilainya jauh lebih rendah dibandingkan tukin yang diberikan kepada pejabat struktural. "Ketimpangan ini menimbulkan ketidakpuasan, terutama ketika melihat pejabat struktural mendapatkan tunjangan yang lebih besar," jelasnya dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (15/4/2025).
Berikut perbandingan tunjangan yang diterima: - Tunjangan Profesi Dosen: Rp6,73 juta (untuk guru besar di PTN Satker). - Tukin Pejabat Struktural (Eselon II): Rp19,28 juta.
Perbedaan signifikan ini memicu protes dari kalangan dosen, yang kemudian mendorong Presiden Prabowo untuk mengambil tindakan korektif. Pada akhir Maret 2025, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2025, yang memungkinkan dosen ASN di Kemendikti Saintek menerima tambahan tukin di samping tunjangan profesi.
Namun, kebijakan ini tidak berlaku universal. Dosen di PTN berbadan hukum (BH) dan PTN BLU yang sudah menerima remunerasi tidak termasuk dalam skema ini. Sri Mulyani menegaskan, tukin untuk dosen ASN dihitung berdasarkan selisih antara tunjangan profesi dan tukin struktural sesuai jenjang jabatan.
Perubahan nomenklatur kementerian sejak 2013 hingga 2024 juga turut memengaruhi kebijakan tunjangan. Meski demikian, dosen ASN tetap hanya menerima tunjangan profesi tanpa tunjangan kinerja, berbeda dengan ASN non-dosen yang mendapatkan kedua komponen tersebut. "Inilah yang memicu rasa tidak adil di kalangan dosen," tambah Sri Mulyani.