Indonesia Tegaskan Penolakan Terhadap Pangkalan Militer Asing di Wilayahnya
Jakarta – Prinsip politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif kembali ditegaskan oleh para ahli militer menyusul beredarnya isu permintaan Rusia untuk menggunakan Lanud Manuhua di Biak, Papua, sebagai pangkalan pesawat militer. Khairul Fahmi, pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), menegaskan bahwa konstitusi Indonesia secara jelas melarang keberadaan pangkalan militer asing di wilayah negara.
Fahmi menjelaskan bahwa UUD 1945, UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, dan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI secara tegas menyatakan bahwa Indonesia tidak mengizinkan negara manapun mendirikan pangkalan militer permanen di wilayahnya. "Ini adalah prinsip dasar yang tidak bisa ditawar dan menjadi bagian dari komitmen Indonesia dalam menjaga kedaulatan dan stabilitas kawasan," ujarnya.
Meskipun demikian, Fahmi menyatakan bahwa kerja sama militer teknis seperti kunjungan atau bantuan kemanusiaan masih dimungkinkan asalkan memenuhi ketentuan berikut: - Bersifat sementara dan tidak permanen. - Didasarkan pada perjanjian bilateral yang telah diratifikasi. - Tidak mengganggu kedaulatan dan keamanan nasional.
Sementara itu, Kementerian Pertahanan RI membantah kabar bahwa pemerintah sedang mempertimbangkan permintaan Rusia. Brigjen TNI Frega Wenas Inkiriwang, Kepala Biro Info Pertahanan, menegaskan bahwa tidak ada permintaan resmi dari Rusia terkait penggunaan Lanud Manuhua. "Menhan Sjafrie Sjamsoeddin telah mengklarifikasi bahwa isu ini tidak benar," kata Frega.
Isu ini muncul setelah pertemuan antara Menhan RI dengan pejabat Rusia pada Februari 2025. Media asing melaporkan bahwa Rusia berniat menempatkan pesawat jarak jauh di Biak, namun hal tersebut dibantah oleh pemerintah Indonesia. Wakil Perdana Menteri Australia, Richard Marles, juga telah menerima penjelasan resmi bahwa tidak ada rencana semacam itu.