Mekanisme Kredit Biodiversitas: Inovasi Bisnis untuk Pelestarian Ekosistem

Jakarta - Dunia usaha Indonesia kini dihadapkan pada peluang strategis melalui penerapan Biodiversity Credit, sebuah terobosan finansial yang mengintegrasikan konservasi alam ke dalam praktik bisnis berkelanjutan. Skema ini dinilai mampu menjadi jembatan antara kepentingan ekonomi dan ekologi, khususnya di negara dengan kekayaan hayati seperti Indonesia.

Menurut Shinta Widjaja Kamdani, Wakil Ketua Umum Kadin bidang Pembangunan Berkelanjutan, mekanisme ini memungkinkan korporasi untuk berperan aktif dalam perlindungan lingkungan melalui investasi terukur. "Ini bukan sekadar tanggung jawab sosial, melainkan transformasi model bisnis yang menghasilkan dampak ganda: profitabilitas dan regenerasi alam," tegasnya dalam forum diskusi bersama Kedutaan Besar Inggris.

Beberapa aspek krusial yang menjadi fokus pengembangan:

  • Regulasi: Penyusunan kerangka hukum yang jelas untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas
  • Metodologi: Standarisasi pengukuran dampak konservasi yang diakui secara internasional
  • Insentif: Skema fiskal yang mendorong partisipasi sektor swasta
  • Kolaborasi: Sinergi multipihak antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat adat

Dominic Jermey, Duta Besar Inggris untuk Indonesia, menyoroti posisi strategis negara ini dalam peta konservasi global. "Pengalaman Inggris dalam carbon credit bisa diadaptasi untuk memperkuat sistem kredit biodiversitas di Indonesia," ujarnya. Forum tersebut juga menghasilkan rekomendasi penting:

  1. Pembentukan task force khusus untuk percepatan implementasi
  2. Penyusunan pedoman teknis berbasis riset ilmiah
  3. Penguatan kapasitas UMKM dalam ekonomi hijau

Kadin melalui Regenerative Forest Business Hub berkomitmen menjadi katalisator dengan menyiapkan platform pendampingan bisnis. Langkah ini sejalan dengan target global Kunming-Montreal Framework yang menekankan peran krusial sektor privat dalam menghentikan laju kepunahan spesies.