Tantangan dan Potensi Thorium sebagai Energi Berkelanjutan: Perspektif Riset Indonesia

Tantangan dan Potensi Thorium sebagai Energi Berkelanjutan: Perspektif Riset Indonesia

Klaim melimpahnya cadangan thorium di China sebagai sumber energi 'abadi' telah memicu diskusi global mengenai potensi dan tantangan pemanfaatannya. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Indonesia turut aktif meneliti potensi thorium sebagai alternatif bahan bakar nuklir, membandingkannya dengan bahan bakar konvensional yang ada saat ini. Penelitian ini dilakukan dalam konteks komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi karbon dan mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060.

Pada Forum Ilmiah Badan Energi Atom Internasional (IAEA) di Wina, Austria tahun 2023, peneliti BRIN memaparkan temuan terkait siklus bahan bakar thorium. Nuri Trianti dari Pusat Riset Teknologi Reaktor Nuklir (PRTRN) BRIN menjelaskan sejumlah keunggulan thorium. Keunggulan tersebut antara lain:

  • Cadangan thorium di alam diperkirakan tiga kali lebih besar daripada uranium.
  • Sifat termofisika yang menguntungkan untuk aplikasi reaktor nuklir.
  • Kemampuan absorpsi neutron termal tiga kali lebih tinggi daripada uranium.
  • Resistansi proliferasi yang lebih baik, mengurangi risiko penyebaran senjata nuklir.

Namun, pemanfaatan thorium secara masif masih menghadapi berbagai tantangan. Tantangan tersebut meliputi:

  • Kurangnya infrastruktur: Pengembangan dan penilaian performa sistem reaktor dan siklus bahan bakar thorium masih tertinggal dibandingkan infrastruktur untuk bahan bakar konvensional. Hal ini membutuhkan investasi besar dalam riset dan pengembangan infrastruktur.
  • Operasional terbatas: Penggunaan thorium sebagai bahan bakar reaktor daya nuklir masih dalam tahap terbatas, membutuhkan peningkatan skala dan efisiensi.
  • Biaya tinggi: Permintaan terhadap mineral thorium masih rendah, sehingga biaya produksi dan pemanfaatannya masih tergolong tinggi. Peningkatan permintaan akan diperlukan untuk menurunkan biaya.
  • Penuhi seluruh siklus: Pemanfaatan thorium secara optimal memerlukan pengembangan seluruh siklus bahan bakar, mulai dari ekstraksi mineral, fabrikasi pelet atau mikrosfer, sistem keselamatan, hingga manajemen limbah radioaktif.

Sebagai solusi inovatif, BRIN meneliti teknologi reaktor generasi baru yang cocok untuk bahan bakar berbasis thorium, yaitu Molten Salt Reactor (MSR) dan Small Modular Reactor (SMR). SMR, dengan karakteristiknya yang mengalami poisoned pada siklus awal bahan bakar, memungkinkan thorium digunakan sebagai penyerap neutron pada awal siklus dan sebagai material fertile selama siklus berlangsung.

Rohadi Awaludin, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Teknologi Radioisotop, Radiofarmaka dan Biodosimeteri (PRTRRB) BRIN, menekankan peran Indonesia dalam mencegah perubahan iklim melalui pengembangan teknologi nuklir rendah karbon. Komitmen Indonesia untuk mencapai NZE pada 2060 mengharuskan inovasi teknologi baru yang berkontribusi pada dekarbonisasi sistem energi dunia. Thorium, sebagai salah satu alternatif energi rendah karbon, memiliki potensi besar namun membutuhkan riset dan pengembangan yang berkelanjutan untuk mengatasi berbagai tantangan yang ada.