Tragedi Kemanusiaan di Tambang Emas Papua: 15 Pekerja Tewas dalam Serangan KKB

Sebuah insiden berdarah kembali mencoreng tanah Papua dengan tewasnya 15 pekerja tambang emas dalam serangan yang diduga dilakukan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Korban yang terdiri dari para pendulang emas ini menjadi bukti nyata eskalasi kekerasan di wilayah pertambangan Yahukimo, Papua Pegunungan.

Tim gabungan Operasi Damai Cartenz bersama aparat kepolisian dan TNI berhasil mengevakuasi seluruh jenazah korban dari berbagai lokasi di sekitar area pertambangan. Proses evakuasi yang berlangsung selama beberapa hari ini menemukan korban tersebar di beberapa titik, termasuk Area 22 dan Area 33 pertambangan emas Yahukimo, Tanjung Pamali, serta beberapa lokasi lain di sekitar wilayah tersebut.

Proses Identifikasi dan Penyerahan Jenazah - Seluruh jenazah telah melalui proses identifikasi oleh Tim Dokter Kepolisian dan DVI Polri - Proses penyerahan jenazah kepada keluarga telah dilaksanakan di RSUD Dekai - Tiga jenazah terakhir diserahkan setelah melalui pemeriksaan forensik lengkap - Kondisi jenazah yang sudah membusuk membuat proses pemulangan ke daerah asal tidak memungkinkan

Daftar Korban Tewas 1. Wawan Tangahu - Sulawesi Utara 2. Suardi Laode - Sulawesi Utara 3. Stenli Humena - Sulawesi Utara 4. Yuda Lesmana - Papua 5. Riki Rahmat - Sulawesi Tenggara 6. Muhammad Arif - Papua 7. Safaruddin - Papua 8. Abdur Raffi Batu Bara - Papua 9. Stefanus Gisbertus - Maluku 10. Zamroni - Jawa Tengah 11. Ariston Kamma - Sulawesi Selatan 12. Rusli - Papua 13. Sahar - Sulawesi Tenggara 14. Saharudin - Sulawesi Selatan 15. Haidil Isdaar - Sulawesi Selatan

Dua korban selamat, Johanis Adu dan Suwito, berhasil bertahan dengan bersembunyi di hutan selama delapan hari sebelum akhirnya dievakuasi. Keduanya saat ini menjalani perawatan medis dan pendampingan psikologis untuk memulihkan trauma yang dialami.

Pejabat RSUD Dekai, Glenn M Nurtanyo, menegaskan bahwa keputusan untuk tidak memulangkan jenazah didasarkan pada pertimbangan medis semata. "Kondisi jenazah yang sudah mengalami dekomposisi berpotensi menularkan penyakit jika dipindahkan," jelasnya. Langkah ini diambil sebagai bentuk pencegahan penyebaran infeksi di tengah keterbatasan fasilitas kesehatan di wilayah terpencil tersebut.