Interaksi Teh dan Obat: Kapan Kombinasi Ini Berisiko bagi Kesehatan?
Praktik mengonsumsi obat menggunakan teh sebagai pengganti air putih masih kerap dilakukan masyarakat, meski berpotensi mengganggu efektivitas pengobatan. Dokter menjelaskan bahwa interaksi antara kandungan teh dengan senyawa obat dapat memengaruhi proses terapeutik, mulai dari penyerapan hingga distribusi zat aktif dalam tubuh.
Teh, baik yang berasal dari daun Camellia sinensis maupun varietas herbal, mengandung senyawa alkaloid seperti kafein, theobromine, dan nikotin. Senyawa-senyawa ini berpotensi menginduksi reaksi kimia dengan komponen obat, mirip dengan mekanisme interaksi antara kopi dan obat. Riset membuktikan bahwa kafein mampu mengubah metabolisme obat melalui tiga fase utama: absorpsi di saluran cerna, distribusi melalui aliran darah, dan ekskresi melalui ginjal.
Jenis obat yang berisiko mengalami gangguan efektivitas bila dikonsumsi bersama teh:
- Antibiotik: Stimulasi berlebihan pada sistem saraf pusat dapat memicu gejala insomnia dan kecemasan
- Antihistamin (contoh: fexofenadine): Potensi peningkatan efek stimulasi saraf yang memperburuk kondisi gelisah
- Obat tiroid: Penurunan absorpsi obat hingga 50% sehingga terapi hipotiroid menjadi kurang optimal
- Bronkodilator (obat asma/PPOK): Efek bronkodilasi ringan dari kafein dapat mengganggu kerja obat utama
- Antidiabetes: Fluktuasi kadar glukosa darah akibat penambahan gula atau susu dalam teh
- Inhibitor kolinesterase (obat Alzheimer): Kafein dapat memperkuat blood-brain barrier sehingga menghambat penetrasi obat ke jaringan otak
Para ahli merekomendasikan air putih sebagai media paling aman untuk konsumsi obat, kecuali terdapat instruksi khusus dari tenaga medis. Untuk formulasi obat cair, pengukuran dosis yang presisi menggunakan alat takar khusus menjadi kunci keberhasilan terapi. Pasien disarankan melakukan konsultasi farmakologis apabila berencana mengombinasikan obat dengan minuman mengandung kafein.