Reformasi Perpajakan Pasca Coretax: Antara Teknologi dan Tantangan Kelembagaan
Upaya meningkatkan rasio pajak (tax ratio) di Indonesia terus menjadi fokus pemerintah, terutama setelah peluncuran sistem Coretax pada awal 2025. Sistem ini dirancang untuk mengintegrasikan administrasi perpajakan secara digital, namun hasilnya belum sesuai harapan. Dalam dua bulan pertama penerapannya, penerimaan pajak justru turun signifikan sebesar 30,2% secara tahunan. Hal ini memunculkan pertanyaan mendasar: mengapa teknologi canggih seperti Coretax belum mampu mengoptimalkan pendapatan pajak?
Salah satu faktor kunci adalah ekosistem politik dan birokrasi yang belum sepenuhnya mendukung reformasi perpajakan. Coretax ibarat mesin canggih yang dipasang pada kendaraan tua. Tanpa pembaruan sistemik di tingkat kelembagaan, teknologi ini tidak akan berfungsi optimal. Tantangan utama meliputi:
- Politik anggaran yang elitis dan sentralistik, di mana pembahasan pajak seringkali terhambat oleh kepentingan kelompok tertentu.
- Belanja perpajakan yang tinggi, mencapai Rp 374,5 triliun pada APBN 2024, justru setelah masa pandemi berakhir.
- Rasio pajak yang stagnan di angka 10,21% pada 2023, jauh di bawah potensi riil Indonesia yang bisa mencapai 17%.
Selain itu, integritas dan kapasitas SDM perpajakan juga menjadi tantangan serius. Kasus pegawai pajak dengan gaya hidup mewah telah merusak kepercayaan publik. Tanpa perbaikan di sisi ini, investasi teknologi seperti Coretax tidak akan berdampak maksimal.
Beberapa langkah strategis yang bisa diambil untuk memperbaiki situasi ini antara lain:
- Membuat reformasi perpajakan sebagai agenda nasional, melibatkan tidak hanya Kementerian Keuangan tetapi juga presiden, parlemen, dan pemerintah daerah.
- Mempercepat integrasi data lintas sektor, menghubungkan Coretax dengan sistem OSS, perbankan, dan fintech untuk pemetaan wajib pajak yang lebih akurat.
- Memperkuat SDM perpajakan, baik dari sisi kompetensi teknologi maupun integritas moral.
- Mengubah strategi komunikasi publik, menyajikan pajak sebagai kontribusi untuk keadilan sosial dan pembangunan nasional.
Pada akhirnya, teknologi seperti Coretax hanyalah alat. Keberhasilan reformasi perpajakan tetap bergantung pada komitmen politik dan transformasi kelembagaan yang mendalam. Tanpa fondasi yang kuat, sistem canggih ini berisiko menjadi sekadar monumen digital yang mahal namun tidak efektif.