Kisah Perjuangan Raisya Melawan Kanker Limfoma di Usia Muda
Raisya, seorang wanita berusia 23 tahun asal Kepulauan Riau, menjadi bukti nyata bahwa kanker dapat menyerang siapa saja, bahkan di usia yang terbilang muda. Pada tahun 2024, ia didiagnosis menderita kanker limfoma non-hodgkin di usia 22 tahun. Awalnya, Raisya hanya mengeluhkan gejala yang terlihat biasa, seperti batuk berkepanjangan dan rasa lelah yang tidak kunjung hilang.
Gejala awal yang dialami Raisya tidak menunjukkan tanda-tanda khusus yang mengarah pada kanker. Batuk yang dialaminya berlangsung selama berbulan-bulan, disertai dengan keringat berlebih dan kelelahan. Sebagai mahasiswa yang sedang menyelesaikan skripsi, ia sempat mengira bahwa kelelahan tersebut hanyalah dampak dari aktivitas akademik yang padat. "Awalnya aku pikir ini hanya batuk biasa atau alergi," ujarnya.
Proses pengobatan di Indonesia melalui BPJS Kesehatan ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Raisya mengeluhkan prosedur administrasi yang berbelit dan lamanya waktu tunggu untuk mendapatkan rujukan. Akhirnya, ia dan keluarga memutuskan untuk berobat ke Malaysia, yang lebih dekat dengan tempat tinggalnya. Di Malaysia, proses diagnosis dan penanganan berlangsung lebih cepat. Hasil CT Scan menunjukkan adanya indikasi pertumbuhan sel kanker di rongga dada dekat paru-paru, yang kemudian dikonfirmasi melalui biopsi sebagai kanker limfoma non-hodgkin.
Kanker limfoma non-hodgkin adalah jenis kanker yang menyerang sistem limfatik, bagian penting dari sistem kekebalan tubuh. Kanker ini terjadi ketika sel darah putih bernama limfosit tumbuh secara tidak normal dan menumpuk di kelenjar getah bening. Dokter yang menangani Raisya tidak dapat memastikan penyebab pasti kanker tersebut, mengingat ia tidak memiliki riwayat genetik dan menjalani gaya hidup sehat. "Dokter hanya mengatakan ini adalah takdir," kata Raisya.
Setelah menjalani pengobatan intensif selama satu tahun, Raisya akhirnya dinyatakan masuk fase remisi atau bebas kanker. Meski demikian, ia tetap dianjurkan untuk rutin kontrol guna memantau kondisi kesehatannya. Diagnosa kanker pada stadium 2 memberikan peluang kesembuhan yang lebih tinggi dibandingkan jika terdeteksi pada stadium lanjut.