Nasabah Non-Restrukturisasi Jiwasraya Tuntut Pelunasan Hak Sebelum Pertengahan Mei 2025
Sejumlah nasabah PT Asuransi Jiwasraya (dalam likuidasi) yang tergabung dalam Konsolidasi Nasional Nasabah Korban Jiwasraya (Konsolnas) mengadakan audiensi dengan tim likuidasi perusahaan pada hari Rabu, 16 April 2025. Pertemuan ini menjadi wadah bagi nasabah yang memilih untuk tidak mengikuti program restrukturisasi untuk menyampaikan aspirasi mereka terkait pelunasan hak-hak mereka.
Fokus utama tuntutan nasabah adalah pembayaran penuh nilai polis per 31 Desember 2020. Mereka mengajukan permintaan agar pembayaran ini dilakukan secara tunai sekaligus, dengan batas waktu paling lambat 15 Mei 2025. Machril, salah seorang perwakilan Konsolnas, menyampaikan harapan agar penyelesaian masalah ini dapat berjalan sesuai dengan koridor hukum yang berlaku.
"Kami berharap masalah ini dapat diselesaikan secara transparan dan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian," ujar Machril seusai pertemuan yang berlangsung di Kantor Pusat Jiwasraya.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh 35 nasabah Jiwasraya yang tergabung dalam Konsolnas. Diketahui bahwa total anggota Konsolnas mencapai 70 orang, dengan total kewajiban Jiwasraya yang belum terpenuhi mencapai sekitar Rp 174 miliar. Selain tuntutan pembayaran, Konsolnas juga mengajukan beberapa permintaan lain kepada tim likuidasi, diantaranya:
- Permintaan laporan keuangan Jiwasraya tahun 2023 dan 2024, yang diharapkan dapat diterima selambat-lambatnya tujuh hari setelah pertemuan.
- Penyampaian informasi mengenai total aset Jiwasraya yang tersisa dalam proses likuidasi.
- Permintaan agar anggota tim konsolidasi menandatangani perjanjian untuk tidak memberikan informasi kepada pihak luar setelah semua kewajiban dibayarkan kepada pemegang polis atau ahli waris.
Pihak Jiwasraya menjelaskan bahwa terdapat tiga sumber dana potensial yang dapat digunakan untuk memenuhi kewajiban kepada nasabah:
- Pencairan sisa aset Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) Jiwasraya, termasuk aset saham dan aset lainnya.
- Penjualan dan pencairan aset yang saat ini berada dalam proses likuidasi Jiwasraya.
- Potensi aset rampasan dari kasus dugaan fraud DPPK Jiwasraya senilai Rp 257 miliar, yang akan diperoleh jika gugatan hukum terhadap pelaku fraud berhasil dimenangkan.
Kasus Jiwasraya bermula pada Maret 2009, ketika perusahaan mengalami kondisi insolvensi akibat kurangnya pencadangan kewajiban kepada pemegang polis sebesar Rp 5,7 triliun per 31 Desember 2008. Pada saat itu, Menteri BUMN mengusulkan tambahan modal sebesar Rp 6 triliun, namun usulan tersebut ditolak karena tingkat Risk Based Capital (RBC) Jiwasraya berada jauh di bawah standar yang ditetapkan. Sebagai solusi sementara, manajemen Jiwasraya meluncurkan produk JS Saving Plan yang menawarkan tingkat bunga yang tinggi, berkisar antara 9 hingga 13 persen, jauh di atas rata-rata suku bunga Bank Indonesia pada saat itu. Namun, investasi yang dilakukan dengan dana yang terkumpul dari produk ini tidak menghasilkan keuntungan yang memadai, sehingga memperburuk tekanan keuangan yang dihadapi perusahaan.