Kejagung Usut Dugaan Suap Vonis Lepas Kasus Ekspor CPO, Temukan Catatan Mencurigakan di Kediaman Pengacara

Kejagung Dalami Dugaan Suap di Balik Vonis Lepas Kasus Ekspor CPO

Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mendalami dugaan tindak pidana suap terkait dengan putusan vonis lepas (ontslag van alle rechtsvervolging) dalam kasus pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) yang melibatkan tiga korporasi besar, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group. Penyelidikan ini berawal dari penggeledahan di kediaman Marcella Santoso (MS), seorang kuasa hukum yang mewakili korporasi-korporasi tersebut.

"Saat penggeledahan di rumah MS, ditemukan catatan yang mengindikasikan adanya permintaan untuk 'meng-ontslag-kan' dari keputusan ini," ungkap Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, dalam konferensi pers di Jakarta. Catatan ini menjadi titik awal bagi penyidik untuk menelusuri lebih lanjut keterlibatan pihak-pihak lain dalam dugaan praktik suap.

Indikasi keterlibatan Marcella dan rekannya, Ariyanto (AR), semakin menguat setelah ditemukan bukti elektronik dalam kasus dugaan suap perkara di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang melibatkan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar (ZR). Dalam percakapan terkait kasus majelis hakim yang membebaskan Ronald Tannur, nama Marcella disebut-sebut.

Kejagung terus menelusuri keterkaitan antara Marcella dan Zarof, meskipun Harli Siregar menegaskan bahwa hingga saat ini belum ditemukan bukti yang mengarah pada hubungan langsung antara keduanya dalam upaya memuluskan vonis lepas tersebut. Penyelidikan difokuskan pada proses hukum yang berjalan di PN Jakarta Pusat, yang sebelumnya telah menjatuhkan vonis lepas kepada Wilmar Group dan dua korporasi lainnya.

Penetapan Tersangka dan Dugaan Aliran Dana

Dalam perkembangan kasus ini, Kejagung telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka. Mereka terdiri dari:

  • Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Muhammad Arif Nuryanta
  • Panitera Muda Perdata Jakarta Utara, Wahyu Gunawan (WG)
  • Kuasa hukum korporasi, Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri
  • Tiga majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ekspor CPO, yakni Djuyamto (ketua majelis), Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom (anggota).

Terbaru, Social Security Legal Wilmar Group, Muhammad Syafei, turut ditetapkan sebagai tersangka. Ia diduga berperan sebagai pihak yang menyiapkan dana suap sebesar Rp 60 miliar untuk diserahkan kepada hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta melalui pengacaranya. Dana ini diduga sebagai imbalan atas penanganan perkara yang menguntungkan pihak korporasi.

Kejaksaan menduga Muhammad Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, menerima suap sebesar Rp 60 miliar. Sementara itu, tiga hakim yang menjadi majelis, Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom, diduga menerima uang suap senilai Rp 22,5 miliar.

Suap tersebut diduga diberikan dengan tujuan agar majelis hakim yang menangani kasus ekspor CPO menjatuhkan vonis lepas atau ontslag van alle rechtsvervolging. Vonis lepas sendiri merupakan putusan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, namun perbuatan tersebut tidak termasuk dalam kategori tindak pidana.

Kasus ini terus bergulir dan menjadi perhatian publik, mengingat dampaknya yang luas terhadap perekonomian dan penegakan hukum di Indonesia. Kejagung berjanji akan mengusut tuntas kasus ini hingga ke akar-akarnya dan menyeret semua pihak yang terlibat ke pengadilan.