Kejagung Telusuri Sumber Dana Suap dalam Kasus Vonis Bebas Ekspor CPO: Apakah Hanya dari Satu Korporasi?

Kejaksaan Agung (Kejagung) terus melakukan pendalaman terkait sumber dana suap yang diduga diberikan kepada hakim dalam kasus vonis bebas terhadap tiga korporasi kelapa sawit, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group, yang terlibat dalam perkara ekspor Crude Palm Oil (CPO).

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, mengungkapkan bahwa penyidik telah mengidentifikasi bahwa dana suap sebesar Rp 60 miliar berasal dari Social Security Legal Wilmar Group, Muhammad Syafei (MSY). Namun, Kejagung tidak berhenti di situ dan terus berupaya mengungkap asal-usul dana tersebut, termasuk kemungkinan dana tersebut berasal dari perusahaan atau sumber lain.

"MSY menyatakan bahwa Rp 60 miliar itu tentu dari dia. Nah, sekarang akan digali. Apakah ini dari korporasi? Apakah kalau korporasi, apakah hanya satu korporasi?" Ujar Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar.

Menurut Harli, penyidik juga tengah menyelidiki apakah PT Permata Hijau Group dan PT Musim Mas Group turut serta dalam memberikan dana suap kepada para hakim. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa ketiga korporasi tersebut mendapatkan keuntungan dari vonis bebas yang diberikan oleh majelis hakim.

"Kalau misalnya ada pihak lain, dari siapa? Nah, ini akan terus digali," imbuhnya.

Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka. Mereka diduga terlibat dalam suap terkait penanganan perkara di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat terkait dengan kasus vonis bebas ekspor CPO terhadap tiga perusahaan tersebut.

Daftar tersangka:

  • Muhammad Arif Nuryanta (Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel))
  • Wahyu Gunawan (Panitera Muda Perdata Jakarta Utara)
  • Marcella Santoso (Kuasa hukum korporasi)
  • Ariyanto Bakri (Kuasa hukum korporasi)
  • Djuyamto (Ketua Majelis Hakim)
  • Agam Syarif Baharuddin (Anggota Majelis Hakim)
  • Ali Muhtarom (Anggota Majelis Hakim)
  • Muhammad Syafei (Social Security Legal Wilmar Group)

Muhammad Syafei ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menyiapkan dana suap sebesar Rp 60 miliar untuk diserahkan kepada hakim Pengadilan Tipikor Jakarta melalui pengacaranya, dengan tujuan memengaruhi penanganan perkara ini.

Kejaksaan menduga bahwa Muhammad Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, menerima suap sebesar Rp 60 miliar. Sementara itu, Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom, yang merupakan hakim yang menangani perkara tersebut, masing-masing menerima bagian sebesar Rp 22,5 miliar.

Suap ini diduga diberikan dengan tujuan agar majelis hakim memberikan vonis lepas atau ontslag van alle recht vervolging terhadap kasus ekspor CPO tersebut. Vonis lepas sendiri merupakan putusan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, namun perbuatan tersebut tidak termasuk dalam kategori tindak pidana.