Sidang Pencemaran Nama Baik Shandy Purnamasari Memanas: Nikita Mirzani dan Kuasa Hukum Isa Zega Terlibat Adu Argumen
Sidang lanjutan kasus dugaan pencemaran nama baik yang melibatkan selebgram Isa Zega dan pengusaha Shandy Purnamasari di Pengadilan Negeri Kepanjen pada Rabu (16/4/2025) diwarnai ketegangan. Aktris Nikita Mirzani, yang dihadirkan sebagai saksi fakta oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), terlibat adu argumen dengan kuasa hukum Isa Zega, Pitra Romadoni Nasution.
Nikita Mirzani memberikan kesaksian secara daring dari tahanan Polda Metro Jaya, mengingat statusnya sebagai tersangka dalam kasus lain. Ketegangan mulai memuncak ketika Pitra Romadoni Nasution menyinggung status tersangka yang disandang Nikita Mirzani. Hal ini memicu reaksi dari Nikita, yang merasa kapasitasnya dalam persidangan tersebut adalah sebagai saksi. Perdebatan sengit sempat terjadi, hingga akhirnya Ketua Majelis Hakim, Ayun Kristiyanto, turun tangan menengahi. Hakim meminta Pitra untuk fokus pada substansi perkara dan menghindari pertanyaan yang bersifat menyimpang.
Dalam kesaksiannya, Nikita Mirzani mengungkapkan bahwa Shandy Purnamasari pernah menghubunginya dan menceritakan perihal konten-konten yang diunggah Isa Zega yang dinilai menyudutkan. Nikita juga menuturkan bahwa Shandy merasa disudutkan secara terus-menerus oleh Isa Zega. Nikita juga mengaku mengetahui video unggahan Isa Zega yang berisi sumpah agar anak yang dikandung Shandy lahir cacat. Nikita menambahkan bahwa Shandy mengalami pendarahan sebanyak dua kali dan sempat melakukan video call dengannya saat berada di rumah sakit.
Selain itu, Nikita Mirzani juga merasa tersinggung karena dirinya disebut dengan julukan 'Idung Jambu' dalam serangkaian konten yang diunggah Isa Zega. Nikita meyakini bahwa julukan tersebut ditujukan kepadanya, mengingat sebelumnya mereka pernah berseteru dan ia juga pernah menggunakan sebutan yang sama untuk Isa Zega. Nikita juga memastikan bahwa sebutan 'Bapak Peri' yang ada dalam konten Isa Zega ditujukan kepada dr. Oky Pratama, karena ia lah yang pertama kali mempopulerkan julukan tersebut. Nikita Mirzani juga mengatakan bahwa Isa Zega sempat berkomunikasi dengan dr. Oky untuk meminta nomor telepon Shandy Purnamasari.
Menanggapi jalannya persidangan, Isa Zega menilai bahwa persidangan tersebut seperti "ruang kanak-kanak". Ia berpendapat bahwa Nikita Mirzani tidak menghargai Pengadilan Negeri Kepanjen. Isa Zega menuding Nikita Mirzani memberikan jawaban yang lancar saat ditanya oleh jaksa, namun berbelit-belit dan enggan menjawab pertanyaan dari pengacaranya. Isa Zega juga menyayangkan sikap majelis hakim yang tidak segera menghentikan persidangan ketika Nikita Mirzani dinilai sulit diajak bicara.
Kasus ini bermula dari dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan Isa Zega terhadap Shandy Purnamasari dan merek produk kecantikannya, MS Glow, melalui media sosial. Shandy Purnamasari dihubungi oleh dr. Oky Pratama pada 14 September 2024, yang menginformasikan bahwa Isa Zega meminta nomor teleponnya. Awalnya, Shandy menolak karena tidak mengenal Isa Zega. Namun, pada 17-18 September 2024, Isa Zega diduga mengunggah konten di media sosial yang menyudutkan produk MS Glow milik Shandy. Setelah itu, Isa kembali meminta nomor telepon Shandy melalui dr. Oky, hingga akhirnya Shandy mengizinkannya. Komunikasi antara keduanya terjadi mulai 11-12 Oktober, di mana Isa Zega meminta bertemu dengan Shandy. Shandy menolak karena masih berada di Malang. Dalam kesempatan itu, Shandy mengonfirmasi alasan Isa mengunggah konten tentang MS Glow. Isa menjawab bahwa hal tersebut dilakukan karena mereka belum bertemu. Kemudian, Isa Zega diduga semakin melakukan pencemaran nama baik Shandy melalui media sosialnya, bahkan menyumpahi anaknya yang sedang dikandung cacat. Akibatnya, Shandy mengalami pendarahan hingga harus dirawat di rumah sakit.
Atas perbuatan tersebut, JPU mendakwa Isa Zega dengan Pasal 45 ayat (10) huruf a juncto Pasal 27B ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.