Kasus Pelecehan Seksual di Stasiun Tanah Abang Dihentikan Setelah Korban dan Pelaku Berdamai
Kasus dugaan pelecehan seksual yang terjadi di Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat, berakhir dengan perdamaian antara korban dan pelaku. HU (29), terduga pelaku, telah dipulangkan oleh pihak kepolisian setelah korban, RD (29), mencabut laporan yang diajukannya.
Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Metro Jakarta Pusat, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Muhammad Firdaus membenarkan informasi tersebut. Menurutnya, keputusan untuk memulangkan HU didasari atas kesepakatan damai yang telah dicapai antara kedua belah pihak. Dengan dicabutnya laporan oleh korban, proses hukum terhadap kasus ini tidak dapat dilanjutkan.
Proses penghentian penyidikan atau Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) akan segera diterbitkan oleh Polres Metro Jakarta Pusat. Langkah ini diambil setelah penyidik menerima permohonan pencabutan laporan dari korban dan memastikan bahwa kedua belah pihak telah sepakat untuk menyelesaikan permasalahan ini secara kekeluargaan.
Sebelumnya, kasus ini mencuat setelah viralnya sebuah video di media sosial yang memperlihatkan seorang wanita menangis di dalam taksi online. Dalam video tersebut, korban menceritakan bahwa dirinya baru saja mengalami pelecehan seksual saat turun dari kereta di Stasiun Tanah Abang. Korban juga sempat berupaya melaporkan kejadian tersebut kepada petugas stasiun dan meminta untuk melihat rekaman CCTV.
Dalam penanganan awal, penyidik kepolisian menerapkan Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual junto Pasal 281 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal ini mengatur tentang perbuatan cabul yang melanggar kesusilaan di muka umum dengan ancaman hukuman maksimal dua tahun penjara. Namun, AKBP Firdaus menjelaskan bahwa pasal ini termasuk dalam kategori delik aduan, yang berarti proses hukum hanya dapat dilanjutkan jika ada pengaduan dari korban.
“Apabila kedua belah pihak, korban dan tersangka, apabila sudah berdamai dan korban melakukan cabut pengaduan, perkara akan dihentikan penyelidikan dan atau penyidikannya,” ujar Firdaus, menegaskan bahwa mekanisme hukum memberikan ruang bagi penyelesaian perkara melalui jalur damai, terutama dalam kasus-kasus delik aduan.
Kasus ini menjadi perhatian publik dan menyoroti pentingnya penanganan cepat dan responsif terhadap laporan pelecehan seksual, serta perlunya pemahaman yang baik mengenai mekanisme hukum yang berlaku, termasuk konsep delik aduan dan kemungkinan penyelesaian melalui jalur damai.