Pejabat Dinas Lingkungan Hidup Tangerang Selatan Jadi Tersangka Korupsi Sampah, Isak Tangis Iringi Penahanan
Kejaksaan Tinggi Banten kembali menjebloskan satu tersangka lagi ke balik jeruji besi dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan dan pengangkutan sampah di Tangerang Selatan (Tangsel) tahun 2024. Kali ini, giliran TB Apriliadhi Kusumah Perbangsa, yang menjabat sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek senilai Rp 75,9 miliar tersebut, yang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Pemandangan mengharukan terlihat saat TB Apriliadhi keluar dari ruang penyidikan Kejati Banten. Air mata tampak membasahi pipinya. Tanpa sepatah kata pun, ia digiring menuju mobil tahanan untuk selanjutnya dibawa ke Rutan Kelas IIB Pandeglang. Penahanan ini menambah daftar panjang tersangka dalam kasus yang merugikan keuangan negara tersebut.
"Tim penyidik telah melakukan penahanan terhadap tersangka TAKP, yang memiliki peran ganda sebagai KPA dan PPK dalam proyek jasa layanan pengangkutan dan pengelolaan sampah di Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangsel tahun 2024," ungkap Kasi Penkum Kejati Banten, Rangga Adekresna, kepada awak media.
Menurut Rangga, tersangka yang juga menjabat sebagai Kabid Kebersihan di Dinas Lingkungan Hidup Pemkot Tangsel ini, diduga kuat memiliki peran sentral dalam memuluskan jalan PT EPP untuk memenangkan tender proyek bernilai fantastis tersebut. Penetapan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang dilakukan oleh tersangka, yang seharusnya menjadi acuan dalam negosiasi harga, diduga tidak disusun secara profesional dan tanpa dasar data yang akurat.
Sebagai PPK, TB Apriliadhi juga disinyalir lalai dalam melakukan klarifikasi teknis terhadap PT EPP terkait kemampuan perusahaan dalam E-Katalog. Selain itu, kontrak pengangkutan dan pengelolaan sampah yang disusun juga dinilai bermasalah karena tidak mencantumkan tujuan lokasi pembuangan sampah serta teknis pengolahan sampah yang seharusnya dilakukan oleh PT EPP secara rinci.
Lebih lanjut, Rangga menjelaskan bahwa tersangka diduga membiarkan PT EPP membuang sampah tidak sesuai dengan lokasi yang telah ditentukan. Ironisnya, pembayaran proyek sebesar Rp 75,9 miliar telah dicairkan 100 persen, meskipun persyaratan administrasi belum sepenuhnya dipenuhi oleh PT EPP.
Sebelumnya, dua tersangka lain telah ditetapkan dalam kasus ini, yaitu Kadis Lingkungan Hidup Pemkot Tangsel, Wahyunoto Lukman, dan pihak swasta dari PT EPP berinisial SYM. Keduanya diduga melakukan praktik persekongkolan untuk memenangkan PT EPP dalam tender pengelolaan sampah. Wahyunoto bahkan meminta SYM untuk mengubah Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) PT EPP agar memenuhi syarat sebagai perusahaan pengelola sampah.
"Dalam proses pengadaan pekerjaan, WL (Wahyunoto Lukman) telah bersekongkol dengan SYM untuk memenangkan PT EPP dalam proses tender," jelas Rangga.
Tender senilai Rp 75,9 miliar tersebut dibagi menjadi dua bagian, yaitu Rp 50,7 miliar untuk pengangkutan sampah dan Rp 25,2 miliar untuk pengelolaan sampah. Selanjutnya, kedua tersangka membentuk CV Bak Sampai Induk Rumpintama (BSIR) sebagai sub kontraktor untuk item pengelolaan sampah. Wahyunoto menunjuk penjaga kebunnya, Sulaeman, sebagai direktur operasional dan Agus Syamsudin sebagai direktur utama. Padahal, baik CV BSIR maupun PT EPP tidak memiliki kapasitas dan pengalaman yang memadai dalam pengelolaan sampah.
"PT EPP tidak memiliki kapasitas dan pengalaman dalam pekerjaan pengelolaan sampah," tegas Rangga.
Poin-poin penting dalam kasus ini meliputi:
- Penahanan TB Apriliadhi Kusumah Perbangsa, KPA dan PPK Dinas Lingkungan Hidup Tangsel.
- Dugaan penyimpangan dalam penetapan HPS dan penyusunan kontrak.
- Pembiaran pembuangan sampah tidak sesuai lokasi.
- Persekongkolan antara pejabat dinas dan pihak swasta untuk memenangkan tender.
- Pembentukan CV fiktif sebagai sub kontraktor.
- Total kerugian negara mencapai Rp 75,9 miliar.