Wamenag: Program Makan Bergizi Gratis dan Sekolah Rakyat Selaras dengan Cita-Cita Negara Kesejahteraan
Wakil Menteri Agama (Wamenag) Romo Muhammad Syafi'i menegaskan bahwa program-program prioritas pemerintah, seperti program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Sekolah Rakyat, sejalan dengan visi untuk mewujudkan negara kesejahteraan yang berkeadilan dan bermartabat. Penegasan ini disampaikan dalam kuliah umum bertajuk "Mewujudkan Ketahanan Nasional: Sinergi Generasi Muda dalam Mendukung Visi Indonesia Emas 2045" yang digelar di Institut Teknologi Bandung (ITB).
Romo Syafi'i mengawali kuliahnya dengan membahas kondisi ketahanan nasional Indonesia. Berdasarkan data yang dirilis Labkurtannas Lemhannas RI pada tahun 2024, ketahanan nasional Indonesia berada pada kategori cukup tangguh dengan skor 2,87. Dari delapan aspek utama (Asta Gatra), aspek sosial budaya memperoleh nilai 2,55, sementara demografi menempati posisi teratas dengan skor 3,20, yang mencerminkan kekuatan dari jumlah penduduk usia produktif. Ia menekankan bahwa ketahanan sosial budaya merupakan fondasi bagi persatuan bangsa dan menjadi prasyarat penting untuk memperkuat capaian di bidang ekonomi, politik, dan pertahanan.
Menanggapi pertanyaan mahasiswa mengenai rendahnya ketahanan sosial budaya dan langkah-langkah konkret pemerintah ke depan, Romo Syafi'i menjelaskan bahwa pembentukan Kementerian Kebudayaan adalah salah satu langkah strategis untuk memperkuat jati diri bangsa, nilai-nilai luhur, dan memperluas program sosial kebudayaan. Ia menekankan bahwa ketahanan sosial budaya dibangun dari kesadaran akan identitas bangsa, dan Kementerian Kebudayaan akan menjadi pijakan awal untuk menjaga persatuan dan keberagaman.
Dalam kuliahnya, Romo Syafi'i juga menyoroti pentingnya memperkuat ketahanan nasional melalui pemahaman sejarah, konstitusi, dan penguatan nilai-nilai Pancasila. Ia mengajak generasi muda untuk mewaspadai doktrin kolonialis dan praktik devide et impera dengan memperkuat solidaritas lintas identitas dan generasi. Generasi muda, menurutnya, harus menjadi kekuatan pemersatu yang menjaga arah perjuangan bangsa demi keadilan, kemanusiaan, dan kemerdekaan sejati.
Urgensi penerapan Ekonomi Pancasila sebagai dasar pelaksanaan Pasal 33 UUD 1945 juga menjadi poin penting dalam paparannya. Menurutnya, ekonomi nasional tidak boleh hanya berpihak pada inovasi pasar, tetapi harus menjamin keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat. Ekonomi Pancasila mendorong inovasi dan kebebasan pasar, namun tetap menempatkan negara sebagai pelindung kelompok masyarakat yang paling rentan. Ia menjelaskan bahwa dalam pendekatan ini, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk hadir aktif melindungi kelompok lemah, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 34 UUD 1945. Negara wajib memelihara fakir miskin dan anak terlantar, serta mengembangkan sistem jaminan sosial yang inklusif.
Romo Syafi'i menilai program prioritas pemerintah seperti makan bergizi gratis dan sekolah rakyat yang diusung Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo-Gibran, merupakan contoh konkret implementasi prinsip tersebut. Ia menegaskan bahwa konstitusi mengamanatkan negara untuk tidak hanya menjadi pelindung, tetapi juga menjadi 'orang tua' bagi mereka yang tidak memiliki daya. Negara tidak boleh netral terhadap ketimpangan, tetapi harus hadir memberikan makan, pendidikan, dan perlindungan bagi mereka yang paling rentan.
Ia meyakini bahwa program-program tersebut sejalan dengan cita-cita menuju negara kesejahteraan (welfare state) yang berkeadilan dan bermartabat. Visi Indonesia Emas 2045, lanjut Romo Syafi'i, hanya dapat terwujud jika pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat bersinergi membangun fondasi perubahan sejak dini, mulai dari periode Asta Cita 2025-2029. Ketahanan nasional tidak hanya soal militer atau keamanan, tetapi juga soal ketahanan ekonomi, sosial, dan moral. Di sinilah generasi muda memegang peran strategis sebagai agent of change.
Wakil Rektor Bidang Komunikasi, Kemitraan, Kealumnian, dan Administrasi (WRKMAA) ITB Andryanto Rikrik Kusmara menambahkan bahwa sejak kemerdekaan, Indonesia memiliki misi besar untuk menjadi negara maju dan makmur. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, dibutuhkan peran aktif seluruh elemen bangsa, termasuk kampus, mahasiswa, dan masyarakat luas. Ia menekankan pentingnya sinergi dan kolaborasi lintas sektor untuk membangun kesadaran kolektif terhadap arah perjuangan bangsa ke depan. Kampus bukan hanya tempat belajar ilmu, tetapi juga ruang untuk membentuk kesadaran kebangsaan dan kontribusi nyata bagi masa depan Indonesia.