Masjid Istiqlal: Klaim Sekar Arum Soal Sumbangan Uang Palsu Rp 10 Juta Dibantah

Pihak pengelola Masjid Istiqlal membantah klaim dari mantan artis sinetron, Sekar Arum Widara, terkait sumbangan uang palsu senilai Rp 10 juta ke kotak amal masjid. Bantahan ini disampaikan oleh Kepala Bidang Sosial dan Pemberdayaan Umat Masjid Istiqlal, Abu Hurairah Abdul Salam, sebagai respons atas pengakuan Sekar Arum yang saat ini berstatus tersangka dalam kasus peredaran uang palsu.

Abu Hurairah Abdul Salam menegaskan bahwa selama ini, pihak masjid tidak pernah menemukan adanya uang palsu di dalam kotak amal. Prosedur rutin yang dilakukan pengurus masjid adalah menyetorkan seluruh uang dari kotak amal ke bank setiap minggunya. Pihak bank, sebagai penerima setoran, juga tidak pernah menyampaikan keluhan atau laporan terkait keaslian uang yang disetorkan oleh Masjid Istiqlal.

"Sampai saat ini, kami belum menemukan uang palsu di tromol Istiqlal," ujar Abu Hurairah Abdul Salam.

Klaim Sekar Arum Widara muncul saat dirinya diperiksa sebagai tersangka kasus peredaran uang palsu. Dalam keterangannya, Sekar mengaku pernah memasukkan uang palsu senilai Rp 10 juta ke dalam kotak amal Masjid Istiqlal. Namun, pengakuan ini masih bersifat sepihak dan belum terkonfirmasi kebenarannya.

"Baru omongannya dia. Katanya sih masukkin kotak amal Rp 10 juta," ungkap Kanit Ranmor Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan Iptu Teddy Rohendi.

Sebelumnya, Sekar Arum Widara ditangkap oleh Polres Metro Jakarta Selatan atas dugaan membelanjakan uang palsu pada tanggal 2 April 2025, sekitar pukul 21.00 WIB. Penangkapan dilakukan setelah aksinya diketahui oleh kasir sebuah toko di pusat perbelanjaan di kawasan Bangka, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.

Dari penangkapan tersebut, polisi berhasil menyita barang bukti berupa 2.235 lembar uang palsu pecahan Rp 100.000 dengan total nilai Rp 223,5 juta, serta dua unit telepon genggam.

Saat ini, Sekar Arum Widara ditahan dan dijerat dengan berbagai pasal terkait dengan tindak pidana mata uang dan pemalsuan, termasuk Pasal 26 ayat (2) dan (3) jo Pasal 36 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, dan/atau Pasal 244 KUHP, dan/atau Pasal 245 KUHP.