Sentimen Tarif AS-China Bayangi Perdagangan Saham Indonesia, IHSG Diprediksi Terkoreksi

Dampak Kenaikan Tarif AS ke China Ancam Performa IHSG

Jakarta, (Tanggal Berita) - Pasar saham Indonesia diperkirakan akan merasakan dampak dari eskalasi kebijakan tarif antara Amerika Serikat (AS) dan China. Pengumuman AS mengenai peningkatan tarif impor terhadap produk China, yang melonjak dari 145 persen menjadi 245 persen, telah memicu kekhawatiran di kalangan investor.

Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta, mengungkapkan bahwa sentimen negatif dari kebijakan ini sudah mulai terasa pada penutupan perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat penurunan signifikan, melemah sebesar 0,65 persen atau 41,62 poin, dan menutup sesi di level 6.400,05. Meskipun sempat mencapai level tertinggi harian di awal sesi, IHSG kemudian tertekan dan menyentuh titik terendah di 6.373,79.

"Kenaikan tarif oleh AS memberikan tekanan pada IHSG," ujar Nafan. Ia menambahkan, ketidakpastian global ini diperkirakan masih akan membayangi perdagangan hari ini, mengingat minimnya katalis positif dari dalam negeri dan akan ada libur panjang Paskah pada Jumat mendatang.

Potensi Penangguhan Perdagangan Saham?

Sementara itu, pengamat pasar modal, Ibrahim Assuaibi, memperkirakan bahwa pasar saham di Asia, khususnya yang memiliki hubungan dagang erat dengan China, akan paling terpukul oleh kebijakan tarif ini. Ia bahkan tidak menutup kemungkinan terjadinya penangguhan perdagangan (suspensi) pada sesi pertama jika IHSG mengalami penurunan tajam lebih dari 5 persen.

"Investor perlu berhati-hati terhadap informasi terkait perang dagang ini," tegas Ibrahim. Menurutnya, tarif sebesar 245 persen merupakan angka yang sangat signifikan dan berpotensi menggoyahkan pasar, terutama di kawasan Asia. Ia memperkirakan IHSG dapat terkoreksi hingga 8 persen dan memicu suspensi perdagangan.

Namun, Nafan Aji memiliki pandangan yang lebih moderat. Ia meyakini bahwa meskipun IHSG akan mengalami penurunan, potensi terjadinya suspensi masih relatif kecil. Menurutnya, investor telah mengantisipasi langkah balasan dari pemerintah AS, mengingat kedua negara telah beberapa kali terlibat dalam perang dagang sejak era Presiden Trump.

"Efek 'Trump's temper tantrum' mungkin masih terasa, kecuali jika kedua belah pihak dapat menahan diri dan melakukan pendekatan diplomasi dalam hal perdagangan," pungkas Nafan.