Penolakan Kremasi Pengusaha Murdaya Poo di Borobudur Picu Perdebatan Warga

Rencana kremasi mendiang pengusaha properti terkemuka, Murdaya Widyawimarta Poo, di sebuah dusun di Borobudur, Magelang, memicu penolakan dari sebagian warga setempat. Keberatan ini mencuat dalam forum mediasi yang melibatkan berbagai pihak, termasuk Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) dan Pemerintah Kabupaten Magelang.

Mediasi yang berlangsung pada hari Rabu, 16 April 2025, di kompleks Sekretariat Daerah Kabupaten Magelang, mempertemukan aspirasi warga yang merasa khawatir dengan dampak potensial dari prosesi kremasi tersebut. Menurut Maryoto, Kepala Dusun Ngaran I dan II, penolakan warga didasari oleh kekhawatiran terhadap aspek lingkungan, kesehatan, dan ketertiban sosial. Mereka merasa tidak nyaman jika kremasi dilakukan di lingkungan tempat tinggal mereka, meskipun hanya bersifat sementara. Warga secara tegas menolak segala bentuk kegiatan kremasi di wilayah mereka.

Kekhawatiran utama warga meliputi potensi polusi udara akibat asap dan bau dari pembakaran jenazah, serta dampak psikologis yang mungkin timbul, terutama bagi anak-anak dan warga lanjut usia. Proses kremasi rencananya akan dilakukan di lahan milik istri Murdaya Poo, Siti Hartati Murdaya, yang berlokasi di dekat Graha Padmasambawa, pada tanggal 7 Mei 2025. Metode kremasi yang direncanakan adalah kremasi terbuka dengan menggunakan kayu cendana.

Menanggapi kekhawatiran warga, Ketua DPD Walubi Jateng, Tanto Soegito Harsono, menjelaskan bahwa kremasi merupakan permintaan dari pihak keluarga mendiang Murdaya Poo. Ia menjelaskan bahwa proses kremasi akan menggunakan tumpukan kayu cendana setinggi dua meter yang dikelilingi batu untuk mengendalikan api. Setelah prosesi selesai, area tersebut akan dibersihkan secara menyeluruh.

Tanto juga menekankan bahwa tradisi kremasi dengan kayu cendana hanya dilakukan untuk tokoh agama atau tokoh masyarakat yang dihormati, bukan merupakan praktik umum bagi umat Buddha. Jenazah Murdaya Poo saat ini disemayamkan di Vihara Griya Vipasana Avalokitesvara Mendut dan akan berada di sana hingga tanggal 6 Mei 2025. Prosesi kremasi dijadwalkan akan dilaksanakan pada hari berikutnya.

Tanto juga memberikan contoh bahwa praktik serupa pernah dilakukan di Bukit Dagi, kawasan Taman Wisata Borobudur, sekitar 20 tahun lalu untuk mendiang Bhante Win, seorang tokoh agama Buddha. Meski mediasi berlangsung selama hampir empat jam, belum ada kesepakatan yang tercapai. Bupati Magelang, Grengseng Pamuji, mengapresiasi kesediaan warga dan pihak terkait untuk berdiskusi bersama dan berharap agar dialog dapat terus dilakukan untuk mencapai solusi yang terbaik.