Pejabat DLH Tangerang Selatan Terjerat Kasus Dugaan Korupsi Pengelolaan Sampah Puluhan Miliar Rupiah
Kasus dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Kota Tangerang Selatan kembali mencuat. Kali ini, Kejaksaan Tinggi Banten menetapkan Tubagus Apriliandhi Kusumah Perbangsa (TAKP), Kepala Bidang Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Tangerang Selatan, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan dan pengangkutan sampah yang merugikan negara hingga Rp 75,9 miliar.
Penetapan status tersangka terhadap TAKP dilakukan setelah tim penyidik Kejati Banten menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor PRINT-307/M.6/Fd.1/04/2025. Rangga Adekresna, Kasi Penerangan Hukum Kejati Banten, menjelaskan bahwa TAKP langsung ditahan selama 20 hari di Rutan Kelas II B Pandeglang, mulai Rabu, 16 April 2025.
Dalam kasus ini, Tubagus Apriliandhi Kusumah Perbangsa (TAKP) tidak hanya menjabat sebagai Kabid Kebersihan, melainkan juga merangkap sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk proyek pengelolaan sampah bernilai fantastis, mencapai Rp 75,9 miliar. Proyek ini dikerjakan oleh PT Ella Pratama Perkasa (EPP), dengan alokasi anggaran sebesar Rp 50,7 miliar untuk jasa pengangkutan dan Rp 25,2 miliar untuk pengelolaan sampah. Ironisnya, PT EPP diduga tidak melaksanakan bagian pengelolaan sampah sesuai dengan yang tertera dalam kontrak. Bahkan, perusahaan tersebut disinyalir tidak memiliki fasilitas dan kompetensi yang memadai untuk menjalankan proyek tersebut.
"TAKP selaku PPK mengetahui dan membiarkan PT EPP tidak melaksanakan pekerjaan pengelolaan sampah," tegas Rangga Adekresna.
Lebih lanjut, tersangka TAKP diduga kuat telah memproses pembayaran 100 persen kepada PT EPP, meskipun perusahaan tersebut belum memenuhi semua persyaratan yang telah ditetapkan. "Dalam kapasitasnya selaku KPA, tersangka tetap menerbitkan SPM dan melakukan pembayaran 100 persen meskipun terdapat kelengkapan persyaratan administrasi pencairan pembayaran yang tidak dipenuhi oleh PT Ella Pratama Perkasa," lanjut Rangga.
Selain itu, TAKP juga diduga telah menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) tanpa dasar keahlian yang dapat dipertanggungjawabkan. Ia juga tidak melakukan klarifikasi teknis kepada penyedia jasa terkait layanan yang diadakan. Lebih lanjut, kontrak yang disahkan oleh TAKP tidak mencantumkan rincian lokasi pengangkutan dan mekanisme pengelolaan sampah yang seharusnya menjadi bagian penting dari perjanjian tersebut. Dalam hal pengawasan, TAKP juga diduga lalai dalam melakukan monitoring terhadap lokasi pembuangan sampah, yang ternyata tidak sesuai dengan ketentuan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
Atas perbuatannya, TAKP dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kasus ini bermula pada bulan Mei 2024, ketika DLH Tangsel melakukan pekerjaan jasa layanan pengangkutan dan pengelolaan sampah. PT EPP terlibat sebagai penyedia barang dan jasa dalam proyek tersebut. Namun, hasil penyidikan mengungkap adanya persekongkolan antara pihak DLH Tangsel dan PT EPP sebelum proses pemilihan penyedia jasa dimulai.
Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Tangsel, Wahyunoto Lukman (WL), juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama, dengan nilai proyek mencapai Rp 75,9 miliar untuk tahun 2024. WL kini ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Pandeglang. "Penyidik Kejaksaan Tinggi Banten kembali melakukan penahanan terhadap tersangka WL, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang Selatan," kata Rangga Adekresna kepada wartawan pada hari Selasa, 15 April 2025.
Rangga menjelaskan bahwa dalam proses penyidikan, ditemukan fakta bahwa WL berperan aktif dalam menentukan titik lokasi pembuangan sampah yang tidak memenuhi kriteria. "Padahal, PT EPP tidak memiliki fasilitas, kapasitas, atau kompetensi sebagai perusahaan yang dapat melakukan pekerjaan pengelolaan sampah sesuai ketentuan yang berlaku," ungkap Rangga. Penyidik juga tengah mendalami aliran dana yang masuk ke WL untuk mengungkap potensi keterlibatan pihak lain dalam kasus ini. "Untuk sementara, tim masih melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap aliran dananya," pungkasnya.