Polemik Kasus Pagar Laut Tangerang: Perbedaan Pendapat Antara Bareskrim dan Kejaksaan Agung Terkait Dugaan Korupsi
Perbedaan Pandangan dalam Penanganan Kasus Pagar Laut Tangerang
Kasus pembangunan pagar laut di Tangerang, Banten, terus menjadi sorotan karena adanya perbedaan pandangan antara Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia dalam proses penanganannya. Perbedaan pendapat ini terutama menyangkut dugaan tindak pidana korupsi dalam penerbitan sertifikat lahan terkait proyek tersebut.
Kejaksaan Agung meyakini bahwa terdapat indikasi korupsi dalam penerbitan dokumen sertifikat lahan, yang menjadi dasar pembangunan pagar laut. Sementara itu, Bareskrim Polri berpendapat bahwa permasalahan yang terjadi lebih kepada pemalsuan dokumen. Perbedaan interpretasi ini menyebabkan proses hukum kasus ini terhambat.
Pengembalian Berkas Perkara dan Instruksi Kejaksaan Agung
Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri telah dua kali melimpahkan berkas perkara kasus ini ke Kejaksaan Agung. Namun, kedua berkas tersebut dikembalikan dengan alasan yang sama: belum lengkapnya penyidikan terkait dugaan korupsi.
Setelah pengembalian berkas pertama pada 25 Maret 2025, Kejaksaan Agung memberikan instruksi kepada Bareskrim untuk mengusut dugaan suap atau gratifikasi yang berkaitan dengan korupsi dalam kasus ini. Jaksa menduga adanya potensi korupsi dalam proses pemalsuan surat tanah yang dilakukan oleh Kepala Desa Kohod, Tangerang, beserta stafnya.
Instruksi ini dipertegas saat pengembalian berkas kedua pada 16 April 2025. Namun, tim peneliti berkas dari Kejaksaan Agung menilai bahwa Bareskrim belum memenuhi petunjuk tersebut, sehingga berkas dikembalikan lagi.
"Berkas perkara yang kita terima tidak ada perubahan dari berkas perkara awal. Tidak ada satu pun petunjuk yang dipenuhi," ujar Ketua Tim Peneliti Berkas Jaksa P16 Jampidum, Sunarwan, dalam konferensi pers.
Bantahan Terkait Keterangan BPK
Sunarwan juga membantah pernyataan Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro, yang menyatakan bahwa Polri telah berdiskusi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan tidak menemukan adanya kerugian negara dalam kasus ini. Menurut Sunarwan, tidak ada keterangan dari BPK yang dilampirkan dalam berkas perkara yang dilimpahkan oleh Bareskrim.
Dalam berkas tersebut, hanya terdapat penjelasan atau pendapat dari ahli hukum pidana, bukan ahli yang kompeten untuk menjelaskan perkara korupsi.
Sebelumnya, Djuhandhani menyatakan bahwa kerugian yang ditemukan penyidik adalah kerugian yang dialami oleh para nelayan karena terhalang melaut akibat adanya pagar laut. Namun, Kejaksaan Agung memiliki pandangan berbeda.
Penyelidikan oleh Beberapa Direktorat di Polri
Djuhandhani mengungkapkan bahwa beberapa direktorat di Polri turut mendalami kasus pagar laut ini. Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menyelidiki dugaan suap dan gratifikasi yang melibatkan penyelenggara negara, khususnya Kepala Desa Kohod. Selain itu, Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri menyelidiki dugaan kejahatan atas kekayaan negara berupa pemagaran di wilayah laut.
Pandangan Kejaksaan Agung tentang Kerugian Negara
Kejaksaan Agung menjelaskan bahwa terdapat sejumlah bentuk kerugian negara yang disebabkan oleh pemasangan pagar laut di Tangerang. Meskipun angka kerugian belum disebutkan secara pasti, Kejaksaan Agung menyoroti adanya kepemilikan negara atas laut di sisi utara Tangerang yang beralih ke pihak lain akibat surat yang diterbitkan oleh para tersangka.
"Adanya laut yang kemudian berubah statusnya menjadi milik perorangan dan kemudian menjadi milik perusahaan. Sehingga, lepaslah kepemilikan negara atas laut tersebut," jelas Sunarwan.
Kejaksaan Agung juga menyoroti bahwa penerbitan surat lahan dilakukan oleh penyelenggara negara, yaitu Kepala Desa Kohod dan jajarannya, yang dianggap sebagai penyalahgunaan kewenangan negara. Atas dasar ini, Kejaksaan Agung menilai bahwa terdapat potensi korupsi dalam kasus ini, sehingga berkas perkara dikembalikan ke Bareskrim Polri untuk dilengkapi.
Kasus pagar laut Tangerang ini terus menjadi perhatian publik karena melibatkan dugaan korupsi dan perbedaan pandangan antara dua lembaga penegak hukum. Perkembangan selanjutnya akan sangat bergantung pada bagaimana Bareskrim Polri menindaklanjuti petunjuk dari Kejaksaan Agung dan melengkapi berkas perkara.