Pejabat DLH Tangerang Selatan Ditetapkan Tersangka Korupsi Pengelolaan Sampah Senilai Puluhan Miliar Rupiah
Kejaksaan Tinggi Banten telah menetapkan Tubagus Apriliandhi Kusumah Perbangsa (TAKP), Kepala Bidang di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Tangerang Selatan, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pengelolaan sampah. Kasus ini diperkirakan merugikan negara hingga Rp 75,9 miliar.
Menurut Kasi Penerangan Hukum Kejati Banten, Rangga Adekresna, peran Tubagus dalam kasus ini adalah sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Sebagai KPA dan PPK, Tubagus diduga kuat terlibat dalam serangkaian penyimpangan, mulai dari tahap pemilihan penyedia jasa hingga proses pembayaran.
Salah satu temuan penting dalam penyidikan adalah penetapan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang tidak disusun secara profesional dan tanpa data yang memadai. "Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang ditetapkan oleh tersangka dan dijadikan sebagai dasar referensi harga pada saat negosiasi ternyata tidak disusun secara keahlian berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan," ujar Rangga.
Selain itu, Tubagus juga diduga mengabaikan klarifikasi teknis terhadap produk dan layanan yang ditawarkan oleh PT Ella Pratama Perkasa (EPP), perusahaan penyedia jasa dalam proyek pengelolaan sampah tersebut. Kontrak yang disahkan oleh TAKP juga dinilai bermasalah karena tidak secara jelas mencantumkan lokasi pengangkutan sampah dan mekanisme pengelolaannya.
"Rancangan kontrak yang disahkan oleh tersangka selaku PPK ternyata tidak disusun dengan benar karena tidak mengatur sama sekali tujuan lokasi pengangkutan sampah dan tidak mengatur bagaimana teknis pengelolaan sampah yang harus dilakukan," jelas Rangga.
Dalam pelaksanaannya, Tubagus dituding membiarkan PT EPP tidak melaksanakan item pekerjaan pengelolaan sampah sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam kontrak. Ia juga tidak melakukan pengawasan terhadap lokasi pembuangan sampah, yang seharusnya sesuai dengan ketentuan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
Ironisnya, meskipun terdapat berbagai kekurangan dan pelanggaran dalam pelaksanaan proyek, Tubagus tetap menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) dan mencairkan pembayaran secara penuh kepada PT EPP, bahkan tanpa memastikan kelengkapan syarat administrasi.
Atas perbuatannya, Tubagus dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kasus ini bermula dari penyelidikan terhadap pekerjaan jasa layanan pengangkutan dan pengelolaan sampah yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Tangerang Selatan pada Mei 2024, dengan PT EPP sebagai penyedia jasa. Penyidikan kemudian mengungkap adanya indikasi persekongkolan antara pihak DLH dan PT EPP sebelum proses pemilihan penyedia jasa dilakukan.
Lebih lanjut, PT EPP juga terindikasi tidak memiliki fasilitas, kapasitas, maupun kompetensi yang memadai untuk melaksanakan pekerjaan pengelolaan sampah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Tangerang Selatan, Wahyunoto Lukman, juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama dan ditahan.
Rangga menambahkan bahwa Wahyunoto Lukman berperan aktif dalam menentukan lokasi pembuangan sampah yang tidak memenuhi kriteria. Selain itu, tersangka juga diduga bersekongkol dengan Wahyunoto untuk mengurus Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) PT EPP agar perusahaan tersebut memiliki izin untuk melakukan pengelolaan sampah.
Penyidik saat ini masih terus mendalami aliran dana yang masuk ke Wahyunoto Lukman. "Untuk sementara, tim masih melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap aliran dananya," pungkas Rangga.