Nasib Tunjangan Guru di Krayan Dipertanyakan: Antara Janji Pemerintah dan Kenyataan Lapangan

Kondisi miris dialami oleh para guru yang bertugas di wilayah perbatasan, khususnya di Kecamatan Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Di tengah mahalnya biaya hidup dan minimnya fasilitas, tunjangan khusus bagi guru yang bertugas di daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T) justru dihentikan. Hal ini memicu pertanyaan besar tentang komitmen pemerintah terhadap peningkatan kualitas pendidikan dan kesejahteraan tenaga pendidik di wilayah terpencil.

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Nunukan, Akhmad, menjelaskan bahwa kuota dan daftar penerima tunjangan 3T sepenuhnya merupakan kewenangan pemerintah pusat. Pihaknya hanya menerima Surat Keputusan (SK) dan daftar nama penerima setiap semester. Akhmad juga menambahkan bahwa tunjangan tersebut akan otomatis terhenti jika status desa berubah dari tertinggal menjadi berkembang. Penjelasan ini muncul sebagai respons terhadap keluhan yang dilontarkan oleh sejumlah guru, termasuk Kepala Sekolah SMPN 1 Krayan Selatan, Agustinus, yang mengaku belum menerima tunjangan selama lima tahun terakhir.

Agustinus, yang juga menjabat sebagai Ketua PGRI Krayan Selatan dan Krayan Tengah, mengungkapkan betapa beratnya beban yang harus dipikul para guru di wilayahnya. Harga kebutuhan pokok yang melambung tinggi, ditambah dengan minimnya infrastruktur dan fasilitas sekolah, membuat mereka kesulitan untuk menjalankan tugas dengan optimal. Ia mencontohkan harga gula yang mencapai Rp 30.000 per kilogram, minyak goreng Rp 28.000, dan bensin hingga Rp 30.000 per liter. Kondisi ini semakin diperparah dengan penghentian tunjangan 3T yang seharusnya menjadi penopang kesejahteraan mereka.

Menurut Agustinus, penghentian tunjangan ini berdampak sangat besar, terutama bagi guru honorer. Selain itu, fasilitas sekolah juga jauh dari kata memadai. Keterbatasan akses internet menjadi kendala tersendiri bagi guru dan siswa, terutama dalam kegiatan pelaporan online dan pelaksanaan Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK). Ia juga menyoroti program pemerintah pusat lainnya, seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), yang belum menyentuh wilayah Krayan. Padahal, program tersebut sudah berjalan di berbagai kota lain.

Sebagai Ketua PGRI, Agustinus mendesak pemerintah untuk segera mengaktifkan kembali dana khusus 3T dan memperhatikan kondisi riil di lapangan. Ia berharap pemerintah dapat turun langsung ke Krayan untuk melihat sendiri bagaimana sulitnya kehidupan di sana. Ia juga mengingatkan bahwa para guru di Krayan adalah warga negara Indonesia yang juga berhak mendapatkan perhatian dan perlakuan yang sama dengan warga di kota-kota besar.

Berikut adalah beberapa poin penting yang disoroti oleh Agustinus:

  • Penghentian tunjangan 3T selama 5 tahun
  • Mahalnya harga kebutuhan pokok di Krayan
  • Minimnya fasilitas sekolah dan akses internet terbatas
  • Program Makan Bergizi Gratis (MBG) belum berjalan di Krayan

Kondisi ini menjadi potret buram dunia pendidikan di wilayah perbatasan. Diperlukan perhatian serius dari pemerintah pusat dan daerah untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi oleh para guru di Krayan. Jika tidak, semangat mereka untuk mencerdaskan anak bangsa di wilayah terpencil ini akan semakin luntur.