Dampak Kebijakan Tarif AS dan Pelemahan Rupiah Ancam Kenaikan Harga Gadget di Indonesia

Gelombang ketidakpastian ekonomi global menghantam pasar elektronik, dengan konsumen di Indonesia terancam kenaikan harga gadget dan perangkat elektronik lainnya. Situasi ini dipicu oleh kombinasi kebijakan tarif yang diterapkan oleh Amerika Serikat dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Kebijakan tarif yang awalnya digagas oleh mantan Presiden AS Donald Trump, menargetkan China sebagai pusat manufaktur global. Meskipun ada pengecualian tarif impor untuk sementara waktu, analis menilai bahwa hal ini belum cukup untuk menstabilkan harga di pasar global, termasuk Indonesia. Melemahnya rupiah semakin memperburuk keadaan, menambah tekanan pada harga barang-barang impor.

Dinamika Kebijakan Tarif dan Dampaknya

Kebijakan tarif yang diterapkan AS terhadap China berdampak signifikan pada rantai pasokan global. Ketergantungan Apple pada manufaktur di China, misalnya, membuat perusahaan tersebut rentan terhadap dampak tarif. Meskipun ada wacana untuk memindahkan sebagian rantai pasokan ke AS, biaya dan waktu yang dibutuhkan sangat besar.

Pada awalnya, Trump mengumumkan pengenaan tarif tambahan sebesar 34 persen untuk produk impor dari China di atas tarif yang sudah ada, sehingga totalnya menjadi 54 persen. Tidak hanya China, negara-negara lain seperti Korea Selatan, Jepang, Vietnam, India dan Indonesia juga terdampak dengan tarif yang berbeda-beda.

China kemudian merespons dengan memberlakukan tarif balasan terhadap produk impor dari AS. Hal ini menyebabkan perang tarif yang bereskalasi, di mana kedua negara saling menaikkan tarif impor. Bahkan Trump sempat mengancam akan menaikkan tarif tambahan sebesar 50 persen jika China tidak mencabut kebijakannya. Sampai akhirnya tarif produk China yang masuk ke AS melonjak hingga 145 persen.

Namun, Trump memberikan kelonggaran bagi negara lain dengan menangguhkan tarif impor selama 90 hari, kecuali untuk China. China kembali merespons dengan memberlakukan tarif balasan terhadap produk AS.

Implikasi untuk Indonesia

Walaupun ada pembebasan tarif untuk beberapa produk elektronik seperti smartphone dan laptop, hal ini tidak serta merta menjamin stabilitas harga di Indonesia. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menjadi faktor krusial yang dapat memicu kenaikan harga.

Menurut data Investing.com, nilai Rupiah sempat menyentuh angka Rp 17.171 per Dolar AS pada awal April 2025. Padahal sebelumnya berada pada level Rp 16.000. Saat berita ini ditulis nilai Rupiah berada pada angka Rp 16.800 per Dolar AS.

Analis dari IDC, Kiranjeet Kaur, menyatakan bahwa fluktuasi global dan kurs dapat membuat harga gadget di Indonesia naik, meskipun tidak terkena tarif langsung. Konsumen diperkirakan akan lebih berhati-hati dalam melakukan pembelian, menunda pembelian, atau beralih ke perangkat yang lebih terjangkau.

Strategi Perusahaan dan Saran untuk Konsumen

Perusahaan teknologi menghadapi dilema antara menyerap biaya tambahan atau menaikkan harga. Dalam situasi ini, IDC menyarankan konsumen untuk mempertimbangkan pembelian lebih awal sebelum potensi kenaikan harga terjadi.

Beberapa konsumen bahkan mempertimbangkan faktor ekonomi global dalam keputusan pembelian mereka. Kekhawatiran akan kenaikan harga di masa depan mendorong mereka untuk membeli gadget yang diinginkan lebih cepat.

Posisi Indonesia dalam Rantai Pasok Global

Indonesia masih merupakan pasar utama untuk produk elektronik, dengan sebagian besar impor berasal dari China dan Vietnam. Meskipun ada perakitan lokal, Indonesia belum menjadi pemain utama dalam rantai pasok elektronik global.

Peluang relokasi manufaktur global dapat muncul, tetapi Indonesia perlu bersaing dengan negara lain yang lebih siap dalam infrastruktur dan kebijakan industri. Sebagian besar smartphone yang dikonsumsi di Indonesia dirakit di dalam negeri, tetapi belum memberikan kontribusi signifikan untuk ekspor.