Polemik Ijazah Jokowi: Mahfud MD Soroti Hak Publik dan Kepastian Hukum
Kontroversi Ijazah Jokowi Kembali Mencuat, Mahfud MD Angkat Bicara
Isu mengenai keabsahan ijazah Presiden Joko Widodo kembali menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Keraguan ini dipicu oleh pernyataan seorang mantan dosen Universitas Mataram, Rismon Hasiholan Sianipar, yang mempertanyakan legalitas ijazah Jokowi sebagai lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM). Polemik ini kemudian mengundang berbagai komentar dari berbagai pihak, termasuk pakar Hukum Tata Negara, Mahfud MD.
Mahfud MD menekankan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mempertanyakan keabsahan ijazah seorang pejabat publik. Menurutnya, hal ini sejalan dengan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik yang menjamin hak masyarakat untuk mengakses informasi terkait dokumen-dokumen penting. Mahfud menjelaskan, permintaan keterbukaan informasi ini wajar di tengah isu yang berkembang mengenai dugaan ijazah palsu.
Keputusan Presiden Tetap Sah Meski Ijazah Dipertanyakan
Meski demikian, Mahfud MD menegaskan bahwa segala keputusan yang telah diambil oleh Jokowi selama menjabat sebagai presiden tetap sah secara hukum, bahkan jika nantinya ijazahnya terbukti palsu. Ia menjelaskan bahwa dalam hukum administrasi negara, terdapat asas kepastian hukum yang melindungi keputusan-keputusan yang telah dibuat. Mahfud mencontohkan bagaimana Presiden Soekarno pernah mengambil langkah yang melanggar konstitusi demi kepentingan rakyat, dan tindakan tersebut tetap dianggap sah.
"Asas kepastian hukum itu keputusan yang sudah (mengikat). Nanti ada perhitungan ganti rugi. Bukan ke orang yang misalnya ya Pak Jokowi terbukti ijazahnya tidak sah. Lalu kontrak-kontrak dengan luar negeri, dengan perusahaan-perusahaan apa itu dan sebagainya, itu batal, tidak bisa. Bisa dituntut kita secara internasional," jelas Mahfud.
UGM dan Tim Hukum Jokowi Buka Suara
Pihak Universitas Gadjah Mada (UGM) melalui Dekan Fakultas Kehutanan, Sigit Sunarta, telah memberikan klarifikasi bahwa ijazah Joko Widodo adalah asli. Sigit menjelaskan bahwa Jokowi merupakan mahasiswa aktif yang mengikuti kegiatan kemahasiswaan dan menyelesaikan skripsi sebagai syarat kelulusan. Terkait perbedaan jenis huruf (font) pada skripsi, Sigit menjelaskan bahwa penggunaan font yang mirip dengan Times New Roman sudah umum digunakan pada masa itu, terutama di tempat-tempat percetakan di sekitar kampus.
Tim kuasa hukum Jokowi juga menepis tuduhan mengenai ijazah palsu tersebut. Mereka menantang pihak-pihak yang meragukan keabsahan ijazah untuk membuktikannya sesuai dengan asas hukum yang berlaku. Kuasa hukum juga menyampaikan bahwa mereka tidak memiliki kewajiban untuk menunjukkan ijazah asli Jokowi kepada publik, kecuali jika diminta secara hukum.
Polemik Font Skripsi dan Tantangan Pembuktian
Kontroversi seputar ijazah Jokowi tidak hanya berhenti pada keasliannya, tetapi juga merambah ke detail-detail seperti jenis huruf yang digunakan dalam skripsi. Perbedaan font pada lembar pengesahan dan sampul skripsi menjadi sorotan dan menimbulkan perdebatan di media sosial.
Pihak UGM telah memberikan penjelasan terkait hal ini, namun polemik tetap berlanjut. Tim kuasa hukum Jokowi juga menegaskan bahwa mereka tidak akan menunjukkan ijazah asli kecuali ada perintah hukum, karena mereka menduga permintaan tersebut bukan untuk menguji kebenaran, melainkan untuk tujuan lain.
Berikut adalah beberapa poin penting yang perlu diperhatikan dalam polemik ini:
- Hak publik untuk mempertanyakan keabsahan informasi
- Asas kepastian hukum dalam hukum administrasi negara
- Klarifikasi dari pihak UGM mengenai keaslian ijazah
- Tantangan pembuktian dari tim kuasa hukum Jokowi
Kontroversi ijazah Jokowi ini menunjukkan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan. Di sisi lain, penting juga untuk menjaga asas praduga tak bersalah dan menghindari penyebaran informasi yang tidak akurat.