Aceh Resmikan Instalasi Rehabilitasi Terpadu untuk Atasi Lonjakan Kasus Gangguan Jiwa

Pemerintah Aceh merespon tingginya angka kasus gangguan jiwa di provinsi tersebut dengan meresmikan Instalasi Rehabilitasi Terpadu Kuta Malaka di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Aceh. Fasilitas ini diharapkan menjadi solusi komprehensif dalam memberikan layanan kesehatan jiwa yang inklusif dan berkelanjutan bagi warga Aceh.

Plt Sekda Aceh, M Nasir, menyampaikan bahwa pendirian instalasi rehabilitasi terpadu ini merupakan langkah strategis dalam menjawab tantangan penanganan pasca perawatan bagi Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Pemerintah Aceh menempatkan kesehatan jiwa sebagai prioritas utama dalam pembangunan sektor kesehatan.

"Masa pasca-rawat adalah fase krusial. ODGJ dan keluarga seringkali menghadapi berbagai kendala, seperti stigma masyarakat dan minimnya kesempatan pemberdayaan," ujar Nasir. Ia menambahkan bahwa RSJ Aceh telah berupaya memanusiakan manusia dengan memberikan perawatan, penyembuhan, dan memfasilitasi penerimaan kembali ODGJ di masyarakat.

Instalasi rehabilitasi ini tidak hanya berfokus pada terapi medis, tetapi juga pada pemulihan psikososial, pengembangan keterampilan, dan peningkatan kemandirian pasien. Pemerintah Aceh berkomitmen untuk menyediakan layanan kesehatan jiwa yang manusiawi dan berorientasi pada pemulihan menyeluruh.

Direktur Rumah Sakit Jiwa Aceh, Hanif, menjelaskan bahwa lahan seluas 26 hektar milik RSJ Aceh yang semula direncanakan sebagai pusat layanan rumah sakit, kini difokuskan sebagai pusat rehabilitasi terpadu sesuai RPJM 2025–2030. Perubahan ini didasari pada kebutuhan mendesak akan fasilitas rehabilitasi yang memadai.

"Awalnya lahan ini akan dibangun rumah sakit umum untuk layanan kesehatan jiwa. Namun, kini difokuskan sebagai tempat rehabilitasi terpadu. Selain ODGJ yang telah sembuh klinis, korban Napza juga akan direhabilitasi di sini," terang Hanif.

Pengembangan fasilitas ini didukung oleh berbagai instansi, termasuk Dinas Pertanian yang menyediakan traktor dan Dinas Peternakan dan Energi yang memberikan lampu penerangan dan bibit tanaman. Pasien dilibatkan dalam kegiatan menanam sayur, yang hasilnya dijual untuk memenuhi kebutuhan pribadi, seperti membeli makanan dan pakaian.

"Pasien kami tanam sayur, hasilnya mereka jual. Uangnya mereka pakai untuk belanja ke rumah sakit, minum kopi, beli baju. Ini bentuk pemberdayaan nyata," ujarnya.

Meski demikian, Hanif mengakui bahwa tantangan dalam merawat ODGJ masih besar, terutama karena stigma sosial dan keterbatasan ekonomi keluarga. Banyak ODGJ yang berasal dari keluarga kurang mampu atau bahkan tidak memiliki keluarga.

"Kadang orang tua mereka sudah meninggal, dan keluarga tidak sanggup merawat. Bahkan, ada anggapan bahwa kehadiran mereka mengganggu ketenangan kampung. Kami merasa bahwa kamilah yang harus menjaga mereka," tegasnya.

Data dari Rumah Sakit Jiwa Aceh menunjukkan bahwa terdapat sekitar 22.000 kasus gangguan jiwa di Aceh, dengan lebih dari 50 persen tergolong berat. Hal ini menekankan pentingnya keberadaan pusat rehabilitasi seperti di Kuta Malaka.

"Standar minimal pelayanan 100 persen wajib dipenuhi. Kami sadar fasilitas di kabupaten/kota masih terbatas. Karena itu, kami sampaikan kepada bupati dan wali kota, kalau dibutuhkan, kami siap membantu," ungkapnya.

Daftar dukungan instansi:

  • Dinas Pertanian: Traktor
  • Dinas Peternakan dan Energi: Lampu penerangan dan bibit tanaman