Kejagung Tanggapi Laporan KPK Terkait Dugaan TPPU dalam Kasus EDC Cash

Kejaksaan Agung (Kejagung) memberikan respons terhadap laporan yang dilayangkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam kasus investasi bodong E-Dinar Coin (EDC) Cash. Laporan tersebut menyoroti dugaan penghilangan barang bukti yang melibatkan korban dan terdakwa dalam perkara tersebut.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah menyerahkan berkas perkara ke pengadilan berdasarkan barang bukti yang tertera dalam berkas tersebut. "Jaksa Penuntut Umum melimpahkan berkas perkara ke pengadilan berdasarkan barang bukti yang tercantum dalam berkas perkara tersebut," ujar Harli, menegaskan bahwa proses hukum telah berjalan sesuai prosedur.

Harli menambahkan bahwa kasus penipuan yang mendasari perkara ini telah mencapai kekuatan hukum tetap, sementara proses kasasi untuk TPPU masih berlangsung. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar proses hukum terkait kasus EDC Cash telah diselesaikan, meskipun masih ada upaya hukum yang sedang berjalan.

Lebih lanjut, Harli menyinggung bahwa kasus EDC Cash ini sempat menjadi pembahasan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI pada Maret 2025. Dalam RDP tersebut, Komisi III DPR RI telah meminta klarifikasi dari penyidik dan penuntut umum terkait penanganan kasus ini. Hal ini menunjukkan adanya pengawasan dari lembaga legislatif terhadap penanganan perkara EDC Cash.

Sebelumnya, perwakilan korban dan terdakwa investasi ilegal EDC Cash melaporkan dugaan tindak pidana ke KPK. Laporan ini didasari oleh hilangnya sejumlah barang bukti yang disita dalam kasus tersebut. Pengacara terdakwa, Dohar Jani Simbolon, mengungkapkan bahwa laporan tersebut dilayangkan karena banyak barang bukti yang disita tidak masuk dalam berkas perkara. Hilangnya barang bukti ini menjadi dasar bagi pelapor untuk menduga adanya pelanggaran dalam penanganan perkara.

Dohar mencontohkan, salah satu terdakwa kasus investasi ilegal, Suryani, mengaku bahwa tas mewahnya disita oleh aparat penegak hukum, namun penyitaan tersebut tidak tercantum dalam berkas perkara. Selain itu, sembilan sertifikat tanah yang disita oleh kepolisian juga tidak masuk dalam berkas perkara. "Ternyata usut punya usut, sertifikat ini sekarang yang dirampas ini ada dalam penguasaan pihak lain, digadai juga. Sangat mengerikan ya. Mereka tidak melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan di KUHAP," ujar Dohar, menggambarkan kekecewaannya atas dugaan penyelewengan wewenang dalam penanganan barang bukti.