Otoritas Palestina Mengecam Kunjungan Netanyahu ke Gaza Sebagai Tindakan Provokatif
Kementerian Luar Negeri Palestina memberikan reaksi keras terhadap kunjungan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, ke Jalur Gaza. Kunjungan tersebut, yang berlangsung pada hari Selasa (15/4) dan tergolong jarang terjadi, dikecam oleh Otoritas Palestina sebagai sebuah tindakan "penyerbuan" yang provokatif.
Dalam pernyataan resminya, Kementerian Luar Negeri Palestina menyatakan bahwa kunjungan Netanyahu ke wilayah utara Gaza, serta pernyataan-pernyataan yang menyertainya, bertujuan untuk memperpanjang dan memperburuk apa yang mereka sebut sebagai "kejahatan genosida dan pemindahan paksa" yang sedang berlangsung di wilayah Palestina. Mereka menganggap tindakan Netanyahu sebagai upaya untuk meningkatkan ketegangan dan memperdalam konflik yang sudah berlangsung.
Kunjungan singkat Netanyahu ke Jalur Gaza dilakukan di tengah meningkatnya operasi militer Israel di wilayah tersebut. Dalam kunjungannya, Netanyahu bertemu dengan pasukan Israel yang ditempatkan di daerah kantong Palestina yang sedang dilanda perang melawan Hamas. Kehadirannya di sana dipandang sebagai simbol dukungan terhadap operasi militer yang sedang berlangsung dan penegasan kembali tujuan Israel dalam konflik tersebut.
Berbicara kepada para tentara Israel, Netanyahu menegaskan kembali komitmennya untuk melanjutkan serangan militer terhadap Hamas hingga tujuan-tujuan perang Israel tercapai, termasuk pembebasan sandera yang masih ditawan. Ia menekankan bahwa tekanan militer akan terus diberikan kepada Hamas untuk memaksa mereka membebaskan para sandera dan memenuhi tuntutan Israel.
Militer Israel sendiri telah meningkatkan serangannya terhadap Gaza sejak 18 Maret, setelah berakhirnya gencatan senjata selama dua bulan dengan Hamas. Operasi militer yang diperbarui telah menyebabkan peningkatan dramatis dalam pertempuran dan perpindahan penduduk sipil yang meluas.
Pejabat senior Israel, termasuk Netanyahu, berpendapat bahwa hanya tekanan militer yang berkelanjutan yang akan memaksa Hamas untuk membebaskan sandera yang tersisa di Gaza. Pendekatan ini telah dikritik oleh beberapa pihak, yang berpendapat bahwa solusi diplomatik dan kemanusiaan harus diprioritaskan untuk mengakhiri konflik dan mengurangi penderitaan warga sipil.