Gelombang Kekerasan Seksual di Ranah Pendidikan dan Kesehatan Mencuat, DPR RI Serukan Penghentian Normalisasi

Kasus kekerasan seksual kembali menjadi sorotan tajam di Indonesia, dengan serangkaian insiden yang melibatkan oknum tenaga pendidik dan kesehatan. Beberapa kasus yang mencuat dalam beberapa waktu terakhir ini menimbulkan kekhawatiran mendalam di masyarakat.

  • Kasus di UGM: Seorang Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dengan inisial EM, terjerat kasus kekerasan seksual dan telah diberhentikan dari jabatannya sebagai dosen.
  • Kasus di RSHS Bandung: Priguna Anugerah Pratama (31), seorang mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Jurusan Anestesi Universitas Padjadjaran (Unpad), melakukan pemerkosaan terhadap keluarga pasien berinisial FH (21) di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
  • Kasus di Garut: Seorang dokter kandungan berinisial MFS diduga melakukan pelecehan terhadap pasiennya di sebuah klinik di Garut, Jawa Barat. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah mengambil tindakan dengan menangguhkan sementara surat tanda registrasi (STR) dokter kandungan tersebut.

Menanggapi maraknya kasus kekerasan seksual ini, Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyampaikan keprihatinannya dan menekankan bahwa kasus-kasus tersebut tidak boleh dinormalisasi. Menurutnya, peningkatan kasus kekerasan seksual merupakan pekerjaan rumah bersama yang harus segera diatasi. Puan juga mengajak masyarakat untuk tidak tinggal diam dan mendorong para korban untuk berani berbicara dan melaporkan kejadian yang dialaminya. Dia menegaskan bahwa kekerasan seksual adalah tindakan yang tidak manusiawi, terutama jika dilakukan oleh tenaga medis yang seharusnya memberikan perlindungan dan rasa aman kepada pasien. Puan menyerukan tidak ada toleransi terhadap praktik kejahatan seksual di fasilitas layanan kesehatan.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) telah mengambil langkah-langkah untuk menangani kasus pelecehan seksual oleh dokter kandungan di Garut. Bersama dengan Dinas Kesehatan Garut, Kementerian PPPA melakukan asesmen terhadap korban untuk membantu pemulihan psikisnya. Selain itu, Kementerian PPPA juga berkoordinasi dengan pihak kampus untuk membuka posko pengaduan bagi perempuan lain yang mungkin menjadi korban. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padjadjaran juga membuka posko pengaduan sejak 15 April 2025 untuk mendata korban, namun hingga saat ini belum ada laporan yang masuk.

Serangkaian kasus ini menyoroti pentingnya upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang komprehensif, serta perlunya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang isu ini. Selain itu, penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku kekerasan seksual juga menjadi kunci untuk memberikan efek jera dan melindungi korban.