Oknum Pengusaha Serang Diduga Tipu Anggota DPRD Banten dalam Transaksi Tanah

Kasus dugaan penipuan yang menimpa seorang anggota DPRD Banten dari Fraksi Partai Gerindra, Dedi Haryadi, menyeret seorang pengusaha asal Kota Serang berinisial DS (56) ke ranah hukum. Polda Banten telah mengamankan DS atas laporan dugaan penipuan terkait transaksi jual beli tanah.

Menurut keterangan Kombes Pol Dian Setiyawan, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Banten, modus operandi yang dilakukan DS adalah menawarkan sebidang tanah seluas 2.551 meter persegi di Desa Nagara, Kecamatan Kibin, Kabupaten Serang kepada Dedi Haryadi. Korban, yang tertarik dengan tawaran tersebut, kemudian menyerahkan uang senilai Rp 382 juta kepada DS.

Namun, permasalahan muncul ketika Dedi Haryadi tidak dapat menguasai tanah yang telah dibelinya. Setelah dilakukan penelusuran, terungkap bahwa tanah tersebut ternyata milik pihak lain, yaitu PT Arya Lingga Manik. Hal ini diperkuat dengan adanya Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama perusahaan tersebut.

Kronologi kejadian bermula ketika Dedi Haryadi menugaskan Sarja Kusuma, orang kepercayaannya, untuk menyerahkan uang kepada DS. Penyerahan dilakukan dalam dua tahap, yaitu Rp 100 juta sebagai uang muka dan Rp 282 juta sebagai pelunasan. Setiap penyerahan disertai dengan bukti kuitansi pembelian tanah yang diakui milik DS.

Setelah menerima somasi dari PT Arya Lingga Manik, Dedi Haryadi menyadari bahwa dirinya telah menjadi korban penipuan. Ia kemudian meminta pertanggungjawaban dari DS atas uang yang telah diserahkannya. DS sempat menjanjikan akan mengganti tanah tersebut dengan bidang tanah lain, namun janji tersebut tidak pernah ditepati.

Merasa dirugikan, Dedi Haryadi akhirnya melaporkan DS ke pihak kepolisian. Berdasarkan laporan tersebut, Polda Banten melakukan penyelidikan dan menetapkan DS sebagai tersangka. Saat ini, DS telah ditangkap dan ditahan untuk proses hukum lebih lanjut.

Atas perbuatannya, DS dijerat dengan Pasal 378 KUHPidana dan/atau Pasal 372 KUHPidana tentang penipuan dan penggelapan, dengan ancaman hukuman maksimal 4 tahun penjara.