Diduga Lakukan Pelecehan Seksual, STR Dokter Kandungan di Garut Dinonaktifkan

Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) mengambil langkah tegas dengan menonaktifkan sementara Surat Tanda Registrasi (STR) seorang dokter kandungan yang diduga melakukan pelecehan seksual terhadap pasien di sebuah klinik di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Keputusan ini diambil seiring dengan proses penyelidikan yang tengah berjalan oleh pihak kepolisian.

Ketua KKI, Arianti Anaya, menjelaskan bahwa penonaktifan sementara STR dokter tersebut dilakukan sebagai respons terhadap dugaan tindak pidana yang dilakukannya. "Kami nonaktifkan untuk sementara sampai menunggu dari penegak hukum. Nantinya akan kami lanjutkan, tentunya ini kami masih menunggu," ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Kamis (17/4/2025). Arianti juga menambahkan bahwa sanksi pidana dapat dikenakan kepada tenaga medis yang terbukti bersalah, dengan syarat penyidik meminta rekomendasi dari Majelis Disiplin Profesi (MDP) KKI.

Jika STR dokter tersebut dicabut secara permanen, maka Surat Izin Praktik (SIP) dokter yang bersangkutan juga akan otomatis dibatalkan. MDP KKI sendiri telah melakukan investigasi lapangan dan menemukan adanya indikasi tindak pidana yang dilakukan oleh dokter tersebut. Temuan ini kemudian dilaporkan kepada pihak berwajib.

Sebagai langkah perlindungan terhadap masyarakat, KKI memutuskan untuk menonaktifkan sementara STR dokter yang bersangkutan sambil menunggu informasi lebih lanjut dari pihak kepolisian. "Untuk melakukan perlindungan kepada masyarakat, maka STR dokter bersangkutan dinonaktifkan sementara sampai menunggu informasi dari penegak hukum," tegas Arianti.

Dokter kandungan yang dimaksud adalah M Syafril Firdaus, yang diduga melakukan tindakan pelecehan seksual terhadap pasiennya saat proses pemeriksaan USG di sebuah klinik di Garut. Polres Garut telah menetapkan Syafril sebagai tersangka dalam kasus ini setelah melakukan penyelidikan intensif sejak penangkapannya pada Selasa (15/4/2025).

Kasatreskrim Polres Garut, AKP Joko Prihatin, menyatakan bahwa penetapan status tersangka dilakukan setelah penyidik mengumpulkan setidaknya dua alat bukti yang cukup untuk menjerat Syafril. Kasus ini menjadi perhatian serius dan KKI berkomitmen untuk terus berkoordinasi dengan pihak kepolisian dalam penanganannya.