Indonesia Didesak Tingkatkan Standar Bahan Bakar Guna Tekan Polusi Udara
Peningkatan kualitas bahan bakar menjadi krusial dalam upaya menekan polusi udara di Indonesia. Hal ini mengemuka dalam sebuah lokakarya yang diselenggarakan oleh Pusat Riset Perubahan Iklim Universitas Indonesia (UI) yang membahas dampak peningkatan kualitas bahan bakar terhadap parameter polutan, kesehatan, dan ekonomi.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, menyoroti bahwa kualitas bahan bakar yang beredar saat ini masih jauh tertinggal dari standar internasional. Indonesia masih berkutat dengan bahan bakar berstandar Euro 2, sementara negara-negara tetangga seperti Vietnam sudah menerapkan Euro 5, bahkan Tiongkok dan India sudah mengadopsi Euro 6.
Faisal menjelaskan bahwa bahan bakar seperti Pertalite, Pertamax, dan Pertamax 92 masih memiliki kandungan sulfur yang tinggi dan belum memenuhi standar emisi Euro 4. Kondisi ini berkontribusi signifikan terhadap pencemaran udara dan berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat.
Survei yang dilakukan terhadap masyarakat menunjukkan dukungan yang kuat terhadap transisi menuju bahan bakar berstandar Euro 4. Mayoritas responden, sekitar 74,4 persen, menyatakan setuju dengan perubahan ini, terutama karena kesadaran akan manfaatnya bagi kualitas udara dan kesehatan.
Namun, transisi ini bukan tanpa tantangan. Faisal mengidentifikasi dua isu utama yang perlu diatasi, yaitu biaya dan distribusi. Peralihan ke bahan bakar berkualitas tinggi seperti Pertamax 95 Green, Pertamax 98, dan Pertadex akan membawa konsekuensi finansial yang signifikan.
Ada tiga skenario pembiayaan yang mungkin terjadi:
- Subsidi pemerintah penuh: Jika pemerintah menanggung seluruh biaya, anggaran subsidi diperkirakan akan melonjak drastis.
- Beban ditanggung masyarakat: Harga bahan bakar akan naik, berpotensi memicu inflasi dan membebani ekonomi masyarakat.
- Pembagian beban: Skenario ini memerlukan kebijakan yang cermat untuk menargetkan penggunaan bahan bakar berkualitas tinggi pada kendaraan tertentu.
Selain biaya, distribusi juga menjadi perhatian penting. Faisal menekankan perlunya koordinasi lintas sektor untuk memastikan bahwa seluruh wilayah di Indonesia dapat menikmati manfaat bahan bakar ramah lingkungan. Hal ini memerlukan peninjauan mendalam terhadap sistem distribusi dan keterlibatan berbagai pihak terkait.
Dengan peningkatan kualitas bahan bakar dan sistem distribusi yang merata, Indonesia dapat mengambil langkah signifikan dalam mengurangi polusi udara dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.